Categories Berita

MRP: Pembangunan Smelter di Gresik, Bentuk Ketidakseriusan Pemerintah Pusat Bangun Papua

Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Pembangunan Smelter PT Freeport Indonesia di Gresik di kecam oleh seluruh masyarakat Papua, tak hanya itu Lembaga culture orang asli Papua Majelis Rakyat Papua (MRP) juga mengatakan pembagunan Smelter di luar Papua sebagai bentuk tidak adanya niat baik pemerintah pusat untuk membangun Papua.

Hal tersebut di tegaskan Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) kepada wartawan, Selasa, (19/10/2021), di ruang rapat kantor MRP.

Gubernur Papua, DPR Papua dan MRP sudah berjuang untuk mau bangun Smelter di Papua yang berlokasi di Pomoka, Timika namun pemerintah pusat tidak berkeinginan untuk di bangun dengan alasan belum ada infrastruktur yang di bangun.

“Masalah utama pemerintah bilang listrik kita tidak ada, dan waktu itu pusat listrik mau di bangun tenaga air dari muara Paniai yang di buang ke Kokonao dan itu sudah di survei dua kali oleh gubernur Papua dengan pihak pemerintah pusat, pihak perusahaan namun tidak di tindaklanjuti,” kata Murib.

Lanjutnya, bila di tindaklanjuti oleh pusat dan pusat listrik di bangun, pasti tahun ini Smelter di bangun di Papua tapi tidak ada niat baik dari pemerintah pusat untuk membangun Papua karena itu Smelter di bangun di luar dari tanah Papua.

Murib menjelaskan, Gubernur Papua Lukas Enembe sudah berjuang sejak tahun 2013 agar Smelter di bangun di Papua, dan salah satu mantan pimpinan MRP Jimmy Mabel dan dirinya juga menjadi saksi hidup perjuangan mereka untuk menyediakan tempat agar di lakukan pembagunan Smelter di Timika.

“Perjuangan Lukas Enembe dalam rangka memperjuangkan membangun Smelter di Papua di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjalan baik ketika transisi kepemimpinan ke Jokowi tidak di lanjutkan, malahan Smelter di bangun di luar Papua,” kata Murib.

Majelis Rakyat Papua (MRP) berprinsip dan berharap perusahaan Smelter Freeport ini di bangun di Papua karena Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Bila tambang Freeport ada di Papua, pabrik pemurniannya di bawah ke Jawa, kami pikir kebijakan yang di ambil pusat atas keragu-raguan Papua dengan minimnya infrastruktur namun MRP berharap orang asli Papua di perioritaskan untuk masuk sebagai tenaga kerja,” tegasnya. (*)

Humas MRP

Read More
Categories Berita

MRP Serahkan Buku Hasil RDP Otsus Papua ke Gubernur Papua

Ketua MRP, Timotius Murib, saat menyerahkan buku rangkuman implementasi Otonomi Khusus kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe – Jubi/Alex

JAYAPURA,  MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) merilis buku khusus berisi berbagai persoalan dan capaian selama 20 tahun implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) di Papua, yang dirangkum melalui pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Buku bersampul biru dengan bertuliskan Efektivitas Pelaksanaan Otsus Papua, diserahkan Ketua MRP, Timotius Murib, kepada Gubernur Lukas Enembe di Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura, Rabu (10/3/2021).

“Buku ini memiliki tiga bagian. Namun secara keseluruhan menyimpulkan semua persoalan Papua selama bergulirnya Otsus,”.

“Tiga bagian itu yakni pertama hasil pelaksanaan (RDP) Otsus Papua, kajian UU Otsus Papua dari akademisi, dan capaian dari Otsus selama 20 tahun,” kata Murib.

Dengan adanya buku ini dirinya berharap mampu memberikan pokok-pokok pikiran baru bagi masyarakat serta stakeholder lainnya untuk pembangunan Papua yang jauh lebih baik dari hari ini.

“Mudah-mudahan setelah buku ini beredar, masyarakat bisa baca dan tahu bagaimana implementasi otsus selama ini, lalu menjadi masukan saran juga bagi pemerintah. Apalagi saat ini Pemerintah Pusat sedang menggodok revisi UU Otsus,” ujarnya.

Sementara itu, Gubernur Lukas Enembe memberikan apresiasi kepada MRP yang telah menyusun buku tersebut, karena buku ini dapat menjadi pegangan bagi masyarakat.

“Buku ini berisi lika-liku perjalanan Otsus Papua. Keinginan masyarakat mau seperti apa juga tertuang dalam buku ini. Saya harap, buku yang mencatat sejarah implementasi Otsus ini dipelajari oleh publik,” katanya.

Ia menekankan dalam membangun tidak boleh ada rekayasa dan cara-cara buruk.

“Intinya, tidak boleh ada rekayasa,” tutupnya. (*)

Sumber: Jubi

Read More

Categories Berita

Gubernur Papua tak hadir, mahasiswa eksodus batal baca pernyataan sikap

Pertemuan Mahasiswa Eksodus Papua dengan Pejabat Papua difasilitasi oleh MRP di halaman kantor MRP kemarin. – Foto/Humas MRP

 

Jayapura, MRP– Perwakilan kelompok mahasiswa eksodus membatalkan pembacaan pernyataan sikap mereka dalam rapat terbuka yang diselenggarakan Majelis Rakyat Papua atau MRP di Jayapura, Rabu (22/1/2020).

Pernyataan sikap itu batal dibacakan karena Gubernur Papua Lukas Enembe tidak menghadiri rapat terbuka yang mempertemukan para mahasiswa eksodus dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah atau Forkopimda Provinsi Papua itu.

Pemimpin kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura, Eko Pilipus Kogoya menyatakan pihaknya tidak akan menyampaikan pernyataan apapun sebelum Gubernur Papua Lukas Enembe bersama Ketua MRP dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua bersama-sama menemui kelompoknya. Hal itu nyatakan Kogoya dalam rapat terbuka yang digelar di halaman Kantor MRP itu.

“Sikap apapun tidak akan kami baca di sini. Kami hadir hanya mau mendengar penyampaian dari Forkopimda Provinsi Papua,” ujar Kogoya dihadapan Ketua MRP Timotius Murib, Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Papua Hery Dosinaen, serta sejumlah perwakilan dari Kepolisian Daerah Papua, Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih, dan Pengadilan Tinggi Jayapura.

Sejak persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019, ribuan mahasiswa Papua yang berkuliah di luar Papua melakukan eksodus dan pulang ke Papua. Eksodus terjadi setelah sejumlah asrama atau pemondokan mahasiswa Papua di berbagai kota studi didatangi aparat keamanan atau dipersekusi organisasi kemasyarakatan.

Situasi itu membuat mahasiswa Papua merasa tidak nyaman dan aman, sehingga meninggalkan kuliahnya dan pulang ke Papua. Polda Papua memperkirakan jumlah mahasiswa eksodus yang meninggalkan berbagai perguruan tinggi di luar Papua itu mencapai 3.000 orang. Sementara Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura menyatakan jumlah mahasiswa eksodus di Papua mencapai 6.000 orang. MRP akhirnya mencoba membuat rapat terbuka pada Rabu, untuk mempertemukan mahasiswa eksodus dengan Forkopimda Papua.

Kogoya menegaskan pihaknya telah dua kali bertemu dengan pimpinan MRP, meminta MRP mempertemukan para mahasiswa eksodus dengan Gubernur Papua bersama-sama Ketua MRP dan Ketua DPR Papua. “Kami pernah minta Ketua MRP memfasilitasi [kami agar bisa bertemu] Bapak Gubernur. Kami mahasiswa eksodus sesuai perkataan,” kata Kogoya.

Ketua MPR, Timotius Murib mengatakan rapat terbuka itu diharapkan menjadi pertemuan satu arah, di mana Forkopimda Provinsi Papua akan mendengarkan aspirasi mahasiswa eksodus terkait penyelesaikan masalah mahasiswa eksodus maupun kasus rasisme Papua. Ia berjanji akan menyampaikan aspirasi mahasiswa eksodus kepada Gubernur Papua.

Murib juga menyatakan Sekda Pemerintah Provinsi Papua Hery Dosinaen akan memberitahu Gubernur Papua agar menemui mahasiswa eksodus. Forkopimda akan sampaikan [aspirasi mahasiswa eksodus] melalui Sekda,” kata Murib.

Hery Dosinaen menyatakan ia akan segera melaporkan hasil rapat terbuka di halaman Kantor MRP itu kepada Gubernur Papua. “Kami akan sampaikan. Beliau pasti akan bertemu dengan adik-adik semua,” kata Dosinaen kepada para mahasiswa eksodus.D

Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw menyatakan pertemuan para mahasiswa eksodus dengan Forkopimda pada rapat terbuka di halaman Kantor MRP itu awal yang baik untuk segera menyelesaikan masalah para mahasiswa eksodus yang terlanjur pulang ke Papua. “Kalau tidak selesai hari ini, mungkin ada waktu lain,” katanya merespon aspirasi mahasiswa. (*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Pertemuan tertunda, mahasiswa eksodus masih menunggu Gubernur Papua

 

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib (berdiri paling kiri, membelakangi kamera) saat berdialog dengan 146 orang yang menyatakan diri sebagai “mahasiswa eksodus” dan mendatangi Kantor Majelis Rakyat Papua di Jayapura, Papua, Kamis (9/1/2020). – Dok. MRP

 

Jayapura, MRP – Target “mahasiswa eksodus” untuk dapat bertemu dan berdialog dengan Gubernur Papua bersama Ketua Majelis Rakyat Papua dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua pada Kamis (16/1/2020) gagal terwujud. Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib selaku pihak yang mengomunikasikan agenda pertemuan itu pada Kamis mengumumkan menunda pertemuan itu.

Penundaan itu disampaikan Timotius Murib pada Kamis. “Minggu lalu mahasiswa minta [bertemu Gubernur Papua bersama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua pada] Kamis ini.  Akan tetapi, kami meminta mahasiswa menunggu Gubernur Papua mengagendakan pertemuan itu,” kata Murib saat ditemui Jubi di Jayapura, Kamis.

Sejak persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019, ribuan mahasiswa Papua yang berkuliah di luar Papua melakukan eksodus dan pulang ke Papua. Eksodus terjadi setelah sejumlah asrama atau pemondokan mahasiswa Papua di berbagai kota studi didatangi aparat keamanan atau dipersekusi organisasi kemasyarakatan.

Situasi itu membuat mahasiswa Papua merasa tidak nyaman dan aman, sehingga meninggalkan kuliahnya dan pulang ke Papua. Polda Papua memperkirakan jumlah mahasiswa eksodus yang meninggalkan berbagai perguruan tinggi di luar Papua itu mencapai 3.000 orang. Sementara kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura menyatakan jumlah mahasiswa eksodus di Papua mencapai 6.000 orang.

Pada 9 Januari 2020, sejumlah 146 orang yang menyatakan diri kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus mendatangi Kantor MRP, meminta Ketua MRP Timotius Murib mempertemukan mereka dengan Gubernur Papua Lukas Enembe dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua Jhony Banua Rouw, agar dapat menyampaikan pernyataan sikap mereka terkait persoalan rasisme Papua.

Pertemuan itu diagendakan akan berlangsung Kamis pekan ini, hingga akhirnya Timotius Murib menyatakan pertemuan tersebut harus ditunda untuk menunggu Gubernur Papua. Murib menyatakan Majelis Rakyat Papua (MRP) akan memberitahu kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus jika Gubernur Papua telah berada di Papua.

Murib menyatakan Gubernur Papua Lukas Enembe juga ingin bertemu dengan para mahasiswa eksodus. Menurutnya, sebelum ini Gubernur sudah beberapa kali berusaha menemui mahasiswa eksodus, namun selalu ditolak para mahasiswa eksodus.

“Pada 2019, [saat kasus] rasisme bergulir, Gubernur pernah ke Surabaya untuk menemui mahasiswa, tetapi gagal [bertemu. Setelah Gubernur] sampai di Papua, Gubernur [sudah] mengundang [mahasiswa eksodus untuk bertemu], tapi mahasiswa tolak,” kata Murib.

Kini, kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus menyatakan ingin bertemu Gubernur Papua, dan Murib berharap pertemuan itu segera terwujud. Murib menyatakan pertemuan itu penting karena menyangkut masa depan para mahasiswa eksodus, mahasiswa yang diharapkan akan menjadi tumpuan masa depan Papua.

“Pendidikan itu lebih penting, karena [pendidikan akan menjadi bekal] masa depan mereka dan bangsa ini. Karena itu, kami menunggu Gubernur menggelar pertemuan dengan mahasiswa,” kata Murib.

Kaitanus Ikinia dari kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus membenarkan pihaknya sudah menerima pemberitahuan bahwa pertemuan dengan Gubernur ditunda. “Hari ini tidak jadi. [Kami tahu] setelah komunikasi dengan MRP,” tulis Ikinia lewat layanan pesan singkatnya, Kamis.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More