Categories Berita

Majelis Rakyat Papua rencananya kunker ke Sulut, soroti pelanggaran HAM dan rasisme

Ketua tim Majelis Rakyat Papua (MRP) Yoel Luiz Mulait, SH (baju biru) memimpin rapat teknis sebelum bertemu mahasiswa Papua yang berada di Sulut, bertempat di ruangan rapat Whiz Prime Hotel. (27 Agustus 2019)

Manado – Majelis Rakyat Papua memberikan siaran pers soal rencana melakukan kunjungan kerja ke empat kota studi dan Maklumat MRP tentang rasisme dan persekusi yang dialami oleh mahasiswa/i orang asli Papua.

Majelis Rakyat Papua menyoroti pelanggaran hak asasi manusia dan masalah rasisme yang sedang berlangsung dan memburuk yang dilakukan oleh orang asli Papua, terutama para mahasiswa/i orang asli Papua.

“Pada tanggal 26 – 30 Agustus 2019, Majelis Rakyat Papua akan melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Bali dan Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta untuk bertemu mahasiswa-mahasiswi orang asli Papua.

“Dalam kunjungan ini juga, Majelis Rakyat Papua mengagendakan untuk bertemu dan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/ kota dan Pemerintah Provinsi, lembaga perguruan tinggi, para tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh perempuan guna berkonsultasi dan berkoordinasi terkait dengan masalah rasisme, persekusi dan bentuk kekerasan hak asasi manusia lainnya yang dialami oleh mahasiswa/i orang asli Papua, serta penyampaikan maklumat Majelis Rakyat Papua Nomor 05/MRP/2019 tentang seruan kepada mahasiswa Papua di semua kota studi pada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk kembali ke tanah Papua,” kata Yoel Mulait, Ketua Tim Majelis Rakyat Papua dalam Kunjungan Kerja Majelis Rakyat Papua di Provinsi Sulawesi Utara) yang membenarkan siaran pers itu, Selasa (27/08/2019).

Di Provinsi Sulawesi Utara, Majelis Rakyat Papua rencananya melakukan Kunjungan Kerja dalam rangka melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, dan rapat dengar pendapat dengan mahasiswa orang asli Papua tentang perlindungan hak asasi manusia dan masalah rasisme yang dihadapi oleh mahasiswa asli Papua, dan menginventarisir keberadaan mahasiswa Papua yang sedang studi di Provinsi Sulawesi Utara.

Ia mengatakan pada tanggal 15 – 17 Agustus 2019, beberapa mahasiswa/i orang asli Papua yang tinggal di Asrama Mahasiswa Papua “Kamasan” dan studi di sejumlah perguruan tinggi di kota Surabaya mengalami diskriminasi rasial, persekusi dan bentuk-bentuk lain kekerasan hak asasi manusia.

Peristiwa ini telah menyebabkan gelombang protes besar-besar di seluruh kota di tanah Papua (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat), dan beberapa tempat lain di Indonesia, seperti Jakarta, Palangkaraya, dan Manado.

Aksi yang sama juga dilakukan oleh kelompok solidaritas di Port Moresby (PNG), Dili (Timor Leste), dan Manila (Filipina).

“Sehingga, pada tanggal 21 Agustus 2019, Majelis Rakyat Papua memutuskan dan menetapkan Maklumat Majelis Rakyat Papua Nomor 05/MRP/2019 tentang Seruang Kepada Mahasiswa Papua di Semua Kota Studi Pada Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk Kembali ke Tanah Papua,” katanya.

Kunjungan Kerja Majelis Rakyat Papua ke beberapa kota studi, dan maklumat Majelis Rakyat Papua itu didasari oleh beberapa pertimbangan, yakni:

  1. Majelis Rakyat Papua, sebagai lembaga negara yang menjadi representasi kultural orang asli Papua memiliki tugas dan wewenang khusus sebagaimana dimandatkan dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, dan PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua menilai bahwa mahasiswa-mahasiswai orang asli Papua yang studi di berbagai perguruan tinggi di kota Surabaya, Malang, Semarang, Jogjakarta, Manado, Makasar dan Jakarta telah mengalami rasisme, persekusi dan bentuk-bentuk kekerasan hak asasi manusia lainnya.
  2. Majelis Rakyat Papua juga mencatatan bahwa aktor negara, khususnya anggota TNI dan Polri terlibat sebagai pelaku bersama dengan beberapa warga masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai organisasi kemasyarakatan.
  3. Dalam lima tahun terakhir ini, tindakan rasisme dan persekusi dari aparatur negara dan warga negara Indonesia di Surabaya, Jogjakarta, Malang, Jakarta dan Makasar terus meningkat, sehingga kesetaraan ras dan keadilan bagi mahasiswa/i orang asli Papua harus menjadi kepedulian semua pihak dan membangun regulasi dan penegakan hukum yang tepat dan adil yang dapat mencegah terjadinya rasisme yang berulang dan persekusi terhadap mahasiswa/i orang asli Papua.
  4. Mengikuti Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, Deklarasi PBB tentang hak-hak bangsa-bangsa Pribumi dan Konvensi PBB tentang penghapusan diskriminasi rasial, Majelis Rakyat Papua menjelaskan bahwa, dalam memenuhi kewajiban dan tugas pembangunan nasional, Negara Indonesia harus memastikan kesetaraan bagi semua warga negara, dan mengakhiri kekerasan hak asasi manusia, khususnya persekusi terhadap mahasiswa/i orang asli Papua. Pada tingkat yang lebih mendasar, Majelis Rakyat Papua mengingatkan bahwa hukum hak asasi manusia didasarkan pada premis bahwa semua orang, berdasarkan kemanusiaan mereka, harus menikmati semua hak asasi manusia tanpa diskriminasi dengan alasan apa pun. Prinsip-prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi karenanya dikodifikasikan dalam konstitusi inti hak asasi manusia. Perbedaan dalam perlakuan atau hasil hak asasi manusia dengan alasan ras atau etnis tidak diizinkan karena larangan diskriminasi rasial telah diakui sebagai bagian dari konstitusi Republik Indonesia dan komitment masyarakat international, memaksakan kewajiban segera dan absolut dari mana tidak ada penghinaan yang diizinkan, sekalipun dalam keadaan darurat.
  5. Majelis Rakyat Papua juga mendesak pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan kesetaraan kedaulatan, hak menentukan nasib sendiri orang asli Papua dan hak untuk menikmati pembangunan sebagai hal mendasar dalam mencapai kesetaraan ras dan non-diskriminasi.

(Tribunmanado.co.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *