Categories Berita

Pokja Perempuan MRP Ingin PON Papua Bisa Mendatangkan Manfaat Bagi OAP

Reses anggota Pokja Perempuan MRP Lenora Wonatorei, S. Pd, saat menjaring aspirasi bersama masyarakat asli Papua di Kotaraja Luar – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Anggota Majelis Rakyat Papua Pokja Perempuan melakukan Reses masa sidang triwulan III tahun 2021 menjaring aspirasi masyarakat asli Papua dengan tujuan menyuarakan kepada orang asli Papua untuk menjaga perdamaian, melestarikan budaya tata kelola pariwisata, ekonomi masyarakat, produk daerah menjadi sumber kesejahteraan.

Lenora Wonatorei, S. Pd, anggota MRP Pokja Perempuan dalam kegiatan Resesnya mengatakan melalui reses, MRP Pokja Perempuan ingin menyuarakan kepada orang asli Papua untuk menjaga perdamaian lebih khusus untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat Papua dalam menghadapi PON XX tahun 2021 di Papua.

“MRP mengajak semua masyarakat orang asli Papua untuk menjaga Kamtibmas keamanan selama PON berlangsung di tanah Papua,” ujarnya.

Ia juga mengatakan dari kegiatan Reses, masyarakat Papua ingin ketika PON berakhir ada manfaat yang bisa di dapat dan di rasakan oleh masyarakat orang asli Papua.

“Terutama manfaat dari destinasi wisata, MRP mengajak semua pihak orang asli 5 untuk terus melestarikan budaya dengan melestarikan tempat-tempat wisata, mengelola tempat-tempat wisata agar bisa datangkan pemasukan serta melestarikan cerita sejarah di angkat kembali untuk generasi sekarang dan yang akan datang,” ujarnya.

Lanjutnya, selain destinasi wisata di Papua, MRP juga berharap PON ini dapat memberikan manfaat di bidang ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan terlebih usai PON Papua berakhir.

“Pasar tradisional di perjuangkan sebagai pasar berbasis produk-produk unggulan, agar produk Papua secara resmi bisa masuk dan bersaing di pasar nasional maupun internasional sehingga ekonomi Papua bisa punya daya saing tinggi,” ujarnya. (*)

Humas MRP

Read More
Categories Berita

Jaring Aspirasi di Kabupaten Jayapura, MRP Diminta Fasilitasi Stand Khusus Untuk Mama Papua di PON

 

Jaring Aspirasi Masyarakat Asli Papua, Anggota MRP Pokja Perempuan Orpa Nari, melakukan reses bersama seluruh pimpinan organisasi perempuan asli Papua dan perempuan Nusantara di kabupaten Jayapura yang tergabung dalam Gabungan Organisasi Wanita kabupaten Jayapura, pada Sabtu, (25/9/2021) – Humas MRP

SENTANI, MRP – Jaring Aspirasi Masyarakat Asli Papua, Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Perempuan Orpa Nari, S. I. Kom, melakukan reses bersama seluruh pimpinan organisasi perempuan asli Papua dan perempuan Nusantara di kabupaten Jayapura yang tergabung dalam Gabungan Organisasi Wanita (GOW) kabupaten Jayapura, pada Sabtu, (25/9/2021), kemarin.

Dalam menjaring aspirasi masyarakat asli Papua khususnya perempuan asli Papua dalam keterlibatan mereka di ivent PON, pengurus dan anggota organisasi perempuan yang ada di kabupaten Jayapura mengeluh karena 100 UKM tidak dilibatkan dalam ivent PON oleh Panitia BP PON XX Papua.

Hal tersebut disampaikan Orpa Nari, S. I. Kom, anggota Pokja Perempuan MRP usai melakukan Reses bersama Gabungan Organisasi Wanita (GOW) kabupaten Jayapura, kemarin.

“Kami mendengarkan langsung dari kelompok-kelompok perempuan bawah banyak hal yang di siapkan dalam rangka persiapan PON, ada 100 UKM yang tergantung dalam kelompok kerajinan dan sovenir yang sudah mengikuti tahapan persyaratan oleh BP PON provinsi dan kabupaten untuk terlibat memasarkan hasil kerajinan tangan mereka namun sampai saat ini kenyataan yang kami lihat UMK-UKM ini tidak dilibatkan dan di tempatkan pada stand-stand yang di sediakan di setiap venue yang ada di kabupaten Jayapura,” tutur Orpa.

Sehingga, kata Orpa, UKM milik organisasi perempuan ini tidak memiliki tempat untuk mereka pasarkan hasil produksi kerajinan tangan mereka serta sovenir dan cemilan khas Papua khususnya di sekitaran kabupaten Jayapura. Sehingga UKM milik organisasi perempuan dan individu mama-mama asli Papua ini menyarankan kepada lembaga MRP untuk mengakomodir mereka semua dalam satu tempat sentral agar mereka bisa pasarkan.

“Kabupaten-kabupaten lain juga terus berdatangan membawa kerajinan tangan mereka untuk di jual dalam ivent PON namun mereka ini belum mendapat tempat sehingga dalam Reses ini kami meminta kepada pemerintah provinsi Papua dan kabupaten Jayapura serta Panitia PON agar bisa menyiapkan tempat yang baik supaya mama-mama ini bisa ambil bagian untuk mendapat pemasukan dari ivent PON ini,” kata Orpa.

Mama-mama UKM dan pengerajin juga menyarankan kepada Lembaga Majelis Rakyat Papua untuk menyiapkan tempat yang khusus untuk mama-mama ini diakomodir supaya bisa mendapat bagian dalam ivent PON ini.

“Dalam reses ini juga dapat kami sampaikan bahwa dalam rangka upaya memproteksi hak-hak dasar orang asli Papua terutama mama-mama Papua, yang sudah menyiapkan sovenir, kerajinan tangan dan cerminan khas Papua dalam di akomodir dalam satu tempat agar mereka juga bisa dapat uang dan kesempatan dalam ivent PON ini khususnya sukses ekonomi, karena hampir 95 persen dalam kehidupan keluarga di Papua pencari nafkah adalah nama-nama sehingga aspirasi yang di sampaikan ini dapat diperhatikan oleh BP PON agar mereka semua di akomodir dalam tiap klaster masing-masing di kabupaten/kota Jayapura,” tegasnya.

Sementara itu, Elies Yantewo, mewakili tokoh perempuan kabupaten Jayapura wilayah Lembah Grime dalam reses tersebut meminta Majelis Rakyat Papua untuk memfasilitasi mama-mama Papua dari 5 wilayah adat yang tidak terakomodir di stand yang siapkan oleh BP PON.

“Hampir sebagian besar UMKM milik perempuan dan hasil kerajinan tangan dari mama-mama yang datang dari daerah belum mendapat tempat untuk mereka pasarkan hasil kerajinan tangan mereka, semoga mereka ini dapat di akomodir di satu tempat yang layak untuk mereka jualan,” tuturnya. (*)

Humas MRP

Read More
Categories Berita

MRP: Negara Harus Upayakan Solusi Damai Untuk Akhiri Konflik di Papua

Pdt. Nikolaus Degei, anggota MRP Pokja Agama saat memberikan keterangan pers – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Anggota Kelompok Kerja Agama Majelis Rakyat Papua atau MRP, Pdt Nikolaus Degei menilai berbagai konflik dan kekerasan yang terjadi di Papua sejak awal tahun 1960-an terjadi karena berbagai kepentingan ekonomi dari kelompok elit di luar Papua. Kepentingan ekonomi berbagai kelompok elit itu pula yang membuat kekerasan baru terus terjadi di Papua, dan konflik di Papua tidak kunjung diselesaikan.

Pdt Nikolaus Degei menyebut berbagai kekerasan terjadi di Papua pada 2021, termasuk pembakaran pesawat MAF di Intan Jaya (6 Januari 2021), penembakan Kepala BIN Daerah Papua di Puncak (25 April 2021), penembakan anggota TNI di Yahukimo (18 Mei 2021), pembunuhan empat anggota TNI di Maybrat, Papua Barat (2 September 2021), serta kontak tembak, pembakaran fasilitas umum, dan penyerangan tenaga kesehatan di Distrik Kiwirok, Pegunungan Bintang (13 September 2021).

“Apakah benar Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat [atau TPNPB] yang melakukan kekerasan di Papua? Negara dengan cepat menilai dan mengkriminalkan kelompok itu. Bagaimana rakyat Papua bisa percaya kalau pelakunya TPNPB? Orang Papua tidak percaya pelakunya murni OPM,” kata Pdt Nikolaus Degei kepada Jubi, Kamis (23/9/2021).

Degei menyatakan pihaknya menemukan pola bahwa konflik dan kekerasan di Papua terkait dengan upaya kelompok elit di luar Papua untuk menguasai sumber daya alam suatu kawasan. Konflik di Papua memiliki pola untuk mengusir masyarakat untuk meninggalkan wilayah tertentu, demi kepentingan ekonomi kelompok elit tertentu.

Degei menyatakan rekayasa bukanlah hal yang baru dialami orang asli Papua. Degei menyatakan orang Papua mengalami berbagai rekayasa pihak lain yang ingin menguasai sumber daya alam di Papua, termasuk rekayasa Perjanjian New York 15 Agustus 1962 dan rekayasa Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera 1969.

Akan tetapi, Degei mengingatkan rekayasa tidak dapat terus dilakukan, karena perkembangan situasi yang membuat rekayasa hanya akan memperparah konflik di Papua. Degei menegaskan, cara lama untuk menguasai sumber daya alam di suatu kawasan, misalnya dengan merekayasa sebuah konflik, hanya akan merugikan citra Indonesia dalam pergaulan internasional.

“Rekayasa sudah lama. Orang Papua sudah mengerti itu. Dunia kini sangat tidak relevan kalau Jakarta menggunakan cara-cara lama. Negara menyalahkan orang Papua, tetapi dunia sedang menyaksikan sandiwara itu. Orang Papua sudah tahu permainan,” kata Degei.

Degei meminta negara hadir untuk menghentikan konflik dan rantai kekerasan di Papua. “Negara stop buat konflik demi kepentingan ekonomi. Negara jangan mengacaukan tubuh negara itu sendiri,” kata Degei.

Ketua Dewan Adat Papua versi Kongres Luar Biasa, Dominikus Surabut menyatakan jika konflik dan kekerasan di Papua dilatarbelakangi kepentingan ekonomi elit di Jakarta, semestinya elit politik di Jakarta juga memiliki solusi atas konflik di Papua. Surabut menegaskan elit politik di Jakarta harus mencari solusi damai demi tegaknya harkat dan martabat orang asli Papua.

“Negara terus menuduh kelompok bersenjata, tetapi tidak mau cari solusi damai. Apakah kekerasan akan selesai dengan memgirim banyak pasukan, memperbanyak pasukan? Apakah itu solusi menyelesaikan konflik?” tanya Surabut.

Surabut menegaskan penambahan pasukan keamanan di Papua hanya akan menimbulkan masalah baru dan melanjutkan siklus kekerasan di Papua. “Kapan negara menjadi bagian dari solusi damai bagi rakyat Papua, kalau negara terus menjadi bagian dari konflik? Negara terus mengirim pasukan dan melakukan kekerasan,” sesalnya. (*)

Sumber:JUBI

Read More
Categories Berita

MRP Akan Lakukan Uji Materiil Perubahan Kedua UU Otsus Tahun 2021 di MK

Suasana Rapat sidang pleno pimpinan dan anggota MRP di Kantor MRP Kotaraja Luar, Kamis, (23/9/2021) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) mengelar rapat pleno penutupan masa sidang III dan penetapan uji materiil terhadap undang-undang nomor 2 tahun 2021 di Jakarta berlangsung di ruang sidang kantor MRP Kotaraja Luar, Kamis, (23/9/2021), Jayapura, Papua.

Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua, mengatakan rapat pleno hari ini menjadi salah satu momentum penting bagi rakyat Papua, dimana atas nama rakyat Papua, Majelis Rakyat Papua menugaskan dan menyetujui unsur pimpinan untuk mengurus segala administrasi terkait uji materiil di Mahkamah Konstitusi di Jakarta.

“Perubahan kedua atas undang-undang nomor 21 tahun 2001, yaitu ada perubahan beberapa pasal yang kita ketahui ada 19 pasal yang mana ada 8 pasal yang dianggap berpotensi merugikan rakyat Papua khususnya orang asli Papua,” ujar Murib.

Sehingga MRP menugaskan unsur pimpinan untuk melakukan langkah-langkah uji materiil di Mahkamah Konstitusi.

“Pada tanggal 30 Agustus 2021 kemarin, MRP telah memberikan mandat kepada tim hukum yaitu DPN Peradi Pusat untuk mendaftar di MK, dan ini hari kedua setelah perbaikan dokumen yang telah di sampaikan oleh pihak MK kepada Peradi sehingga Lembaga MRP memberikan tugas kepada unsur pimpinan untuk melakukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi,” kata Murib.

Murib, berharap kepada seluruh masyarakat untuk turut mendukung dalam membicarakan hak-hak dasar orang asli Papua yang sedang diupayakan MRP dalam perusahaan kedua UU Otsus tahun 2021 ini. (*)

Humas MRP

Read More
Categories Berita

MRP Minta Panitia PON Papua Fasilitasi Mama-mama Papua Tempat Jualan

Debora Mote, Waket II MRP saat bertemu perwakilan perempuan Papua wilayah Meepago di ruang kerjanya, Rabu (15/9/2021) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) menerima kunjungan dari mama-mama perempuan asli Meepago, dimana kehadiran mereka mempertanyakan keterlibatan mama-mama Papua dalam mendukung dan menyukseskan PON XX tahun 2021 di Papua.

Kehadiran Mama-mama asli Meepago ini diterima langsung oleh Debora Mote, selaku Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua di ruang kerjanya, Rabu, (15/9/2021).

Usai pertemuan, Dobera Mote, mengatakan kehadiran Mama-mama asli Meepago mempertanyakan dan meminta kepastian tempat untuk mama-mama Meepago ini memasarkan hasil kerajinan tangan mereka saat pelaksanaan PON Oktober mendatang.

“16 Juli 2021, mama-mama ini sudah masukan surat permohonan proposal ke panitia PON meminta disediakan tempat jualan namun belum di respon hingga saat ini, dan ini kelima kalinya mama-mama datang ke kantor MRP mempertanyakan nasib mereka dalam menyukseskan PON ini,” kata Debora.

Lanjutnya, kehadiran mereka ingin terlibat ambil bagian menyukseskan PON dalam bidang sukses ekonomi namun kenyataannya belum ada kejelasan dari panitia PON terkait tempat sehingga mama-mama ini datang mengadu ke MRP sebagai lembaga kultural yang melindungi dan memberdayakan perempuan asli Papua.

“MRP sekali lagi menegaskan agar ivent PON Papua ini dapat membawa manfaat untuk perempuan asli Papua lebih khususnya untuk perempuan Meepago dan harus ada kepastian tempat yang di berikan oleh panitia PON kepada mama-mama ini,” tegas Debora.

Pihaknya menambahkan perempuan asli Meepago dan umumnya perempuan Papua tidak menjadi penonton tetapi dia mengambil bagian agar mendapatkan hasil dari ivent PON Papua ini.

“Sejauh ini tidak ada kejelasan tempat untuk mama-mama ini menjual hasil keterampilan mereka sehingga di putuskan bawah tempat sentral dan pusat pemameran dan pemasaran untuk mendukung PON lebih khusus untuk perempuan Meepago di tempatkan depan taman Imbi, Jayapura kota dan MRP akan terus mendukung mama-mama Papua yang terus berdatangan ini,” tegasnya.

Lanjutnya, pusat pameran dan pemasaran di taman Imbi tersebut akan di pamerkan hasil kerajinan tangan dari 295 mama-mama asli Meepago mulai dari suvenir khas daerah, keterampilan tangan seperti anyaman noken, buah-buahan serta makanan ringan akan di pasarkan di Imbi.

“MRP bersama seluruh perempuan Papua yang ada di atas tanah Papua siap menyukseskan ivent PON Papua dalam bidang sukses ekonomi,” tuturnya.

Sementara itu, Nely Yeimo, Kordinator Perempuan Meepago di Jayapura merasa kecewa kepada panitia PON Papua karena surat permohonan proposal yang diajukan oleh mereka sejak 16 Juli 2021 belum di respon hingga H-12 pelaksanaan PON yang semakin dekat.

“Proposal itu isinya kami ingin minta tempat atau diberikan tempat agar kami bisa memamerkan dan memasarkan jualan saat PON berlangsung, namun tidak direspon sehingga kami harus datang lagi mengadu ke MRP,” katanya.

Mewakili perempuan wilayah Meepago, mama Nely menyampaikan apresiasi kepada Waket II MRP yang telah menerima dan mendengar keluhan perempuan Meepago yang ada di Jayapura.

“Akhirnya MRP memfasilitasi kami dengan memberikan tempat sentral di sepanjang depan pertokoan Imbi Jayapura, untuk digunakan tempat jualan seperti kerajinan tangan, aksesoris, serta pangan lokal,” tuturnya. (*)

Humas MRP

Read More
Categories Berita

Waket I MRP Apresiasi Respon Cepat Pemprov Papua Bangun Asrama di Tomohon

Waket I MRP Yoel Luiz Mulait saat menyerahkan rekomendasi pembangunan asrama Kamasan VIII Tomohon yang di terima langsung oleh Kepala Biro Umum Setda Provinsi Papua Elpius Hugi, MA. – for Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Setelah penantian panjang, akhirnya pembangunan asrama Kamasan VIII di Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara milik mahasiswa Papua akan dilakukan oleh Pemprov Papua di tahun anggaran 2022 mendatang.

Pembangunan asrama ini tidak terlepas dari peran Majelis Rakyat Papua (MRP), setelah kunjungan kerja wakil ketua I MRP Yoel Luiz Mulait, SH pada pertengahan Agustus 2021 di Tomohon bertemu mahasiswa asal Papua dan Papua Barat.

Yoel Luiz Mulait, SH Waket I MRP mengatakan setelah berkunjung ke Manado pertengahan Agustus untuk bertemu adik-adik Mahasiswa.

“Saya menerima aspirasi mahasiswa bahwa asrama Kamasan VIII Tomohon yang telah terbakar tahun 2019 harus segera dibangun dan aspirasi itu ditindaklanjuti oleh MRP untuk mendorong agar pembangunan asrama tersebut bersifat mendesak dan segera,” kata Yoel Mulait.

Lanjut Waket I MRP, waktu dirinya berkunjung melihat langsung kondisi asrama sangat tidak layak bagi adik-adik mahasiswa. Namun karena keadaan terpaksa mereka harus tinggal, terkesan ada pembiaran oleh Pemerintah Provinsi Papua.

“Namun Puji Tuhan hari ini Rabu, (15/9/2021), saya telah bertemu Plt. Sekretaria Daerah Provinsi Papua Dr. Ridwan Rumasukun, bahwa Pemprov Papua merespon baik,” kata Mulait.

Selain disampaikan rekomendasi MRP kepada Pemprov Papua juga telah disampaikan kepada DPRP, jadi MRP akan kawal rencana pembangunan asrama Kamasan VIII Tomohon.

Sementara itu, Plt. Sekretaria Daerah Provinsi Papua Dr. Ridwan Rumasukun, merespon aspirasi mahasiswa yang di sampaikan oleh Majelis Rakyat Papua.

“Kami respon baik Waket I MRP Yoel Luiz Mulait yang telah membantu adik-adik mahasiswa di Manado, terkait aspirasi mahasiswa untuk pembangunan asrama Kamasan VIII Tomohon akan kita anggarkan pembangunan tahun 2022, kata Mulait, sebagaimana disampaikan Plt. Sekda provinsi Papua.

Kata Mulait, hari ini Plt. Sekda provinsi Papua telah disposisi rekomendasi MRP untuk pembangunan asrama Kamasan VIII Tomohon.

Setelah disposisi oleh bapak Plt. Sekda, dokumen selanjutnya telah disampaikan Biro Umum Setdaprov Papua.

“Kami telah menerima aspirasi langsung dari mahasiswa sebelum di sampaikan oleh MRP, oleh sebab itu sesuai arahan bapak Sekda, kami telah usulkan untuk pembangunan asrama Kamasan VIII Tomohon tahun 2022, kata Mulait, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Biro Umum Setda provinsi Papua Elpius Hugi, MA.

MRP sangat apresiatif atas respon cepat oleh Pemprov Papua melalui Sekda dan Kepala Biro Umum telah berkomitmen untuk pembangunan asrama Kamasan VIII Tomohon yang telah menjadi kerinduan mahasiswa agar tidak terhalang aktifitas kuliah dan tempat tinggal.(*)

Humas MRP

Read More
Categories AdatBerita

MRP Himbau Masyarakat Di Jayapura Tidak Menjual Tanah Adat Sembarang

Pokja Adat MRP saat melakukan kunjungan kerja dalam rangka pendataan dan penataan hak masyarakat adat terkait keberadaan kebun kakao (coklat) di kampung Yakotim/Sanggai – For Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Adat menghimbau kepada masyarakat adat di kampung Yakotim/Sanggai, kabupaten Jayapura agar tidak menjual tanah adat sembarangan.

Hal tersebut di tegaskan Amatus Ndatipits, ketua Pokja Adat MRP saat melakukan kunjungan kerja dalam rangka pendataan dan penataan hak masyarakat adat terkait keberadaan kebun kakao (coklat) di kampung Yakotim/Sanggai, pada hari Selasa, (7/9/2021), bertempat di balai kampung Yakotim.

Dalam sambutan sekaligus arahannya, Ndatipits, menegaskan hak-hak tanah yang di miliki orang asli Papua tidak boleh dijual karena tanah adalah mama (ibu), sebab diatas tanah ini ada kehidupan dari generasi ke generasi orang Papua.

“Kami harap masyarakat adat agar tidak menjual tanah sembarang, karena tanah merupakan sumber kehidupan bagi kami orang asli Papua,” pesannya.

Engelberthus Kasibmabin, SE, yang juga anggota MRP Pokja Adat berharap masyarakat asli dapat memanfaatkan tanah mereka untuk membuka lahan usaha seperti pertanian, perkebunan yang sifatnya dalam mendatangkan uang.

“Dari pada jual tanah bisa manfaatkan lahan tersebut untuk buka usaha baik jangka pendek, menengah dan panjang seperti usaha kakao (coklat) dan lainnya,” tuturnya.

Sebelumnya, Majelis Rakyat Papua (MRP) mengeluarkan Maklumat MRP Nomor ; 04/MRP/XII/2018, tentang Larangan transaksi jual beli lepas tanah milik masyarakat adat kepada pihak lain.

Bahwa tanah dan sumber daya alam di atas, dibawah dan atau di dalamnya adalah kekayaan yang di anugerahkan oleh Tuhan sang pencipta bagi kepentingan hidup suku dan /atau masyarakat adat pemangku hak secara turun-temurun.

Oleh karena itu dengan ini Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua yang melindungi hak-hak dasar orang asli Papua menyatakan bahwa, transaksi jual beli lepas tanah dengan sumber daya alam di atasnya, di bawahnya dan / atau di dalamnya adalah bertentangan dengan nilai dan norma hukum adat masyarakat adat Papua.

Kepada seluruh masyarakat adat di tanah Papua, Majelis Rakyat Papua menyampaikan pesan tentang pentingnya kesadaran untuk melindungi tanah dengan sumber daya alam di atas, di bawah dan/atau di dalamnya, dan tidak melakukan transaksi jual beli lepas tanah kepada pihak lain. Jayapura, 21 desember 2018, Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib.

Humas MRP

Read More
Categories Berita

Kunker ke Kampung Yakotim, MRP Diminta Bantu Masyarakat Produksi Coklat

Kunjungan Kerja Pokja Adat Tim I di kabupaten Jayapura dalam rangka pendataan dan penataan hak masyarakat Adat terkait keberadaan kebun  kebun Kakao (Coklat) di kampung Yakotim/Sanggai – Humas MRP

 JAYAPURA, MRP – Kunjungan Kerja Pokja Adat Tim I di kabupaten Jayapura dalam rangka pendataan dan penataan hak masyarakat Adat terkait keberadaan kebun  kebun Kakao (Coklat) di kampung Yakotim/Sanggai.

Pada hari Selasa, (7/9/2021), bertempat di balai kampung Yakotim. Tim Pokja Adat MRP melakukan pertemuan bersama masyarakat di hadiri oleh masyarakat pemilik lahan/kebun Kakao, tokoh Adat, tokoh Perempuan, dari Bidang pendidikan, kesehatan dan tokoh Agama, Kaum intelektual aparat kampung Yakotim/Sanggai.

Amatus Ndatipits, BA, selaku ketua Pokja Adat MRP dalam sambutannya menegaskan hak-hak tanah yang di miliki Orang Asli Papua tidak boleh dijual karena tanah adalah mama/ibu, sebab diatas tanah ini ada kehidupan dari generari ke generasi orang Papua.

“Kehadiran MRP ingin mendorong dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk meningkatkan usaha Kakao dikampung Yakotim untuk lakukan penanaman kembali,” kata Amatus.

Ia menjelaskan potensi ekonomi untuk Kakao dan Coklat sangat tinggi sehingga peluang ini harus di ambil masyarakat karena sifatnya jangka panjang.

Dan dalam kunjungan kerja itu pula Tim Pokja Adat Majelis Rakyat Papua mendengarkan beberapa persoalan yang dhadapi oleh masyarakat Yakotim, diantaranya;

Pertama, Kebun Kakao sudah ada sejak jaman Belanda hingga saat ini, sebelumnya beberapa tahun silam ada produksi bibit dari Jember namun ada hama (virus) sehingga tanaman coklatnya mati semua. Dan tahun 2018 ada LSM yang membantu masyarakat kampung Yakotim dalam pembibitan sampai pada Produksi. Namun beberapa bulan terakhir ini usaha produksi tidak jalan (diberhentikan) sehingga masyarakat memohon dan meminta dukungan ke MRP untuk menyelesaikan persoalan ini.

Kedua, perwakilan tokoh perempuan di kampung Yakotim/Sanggai meminta MRP sebagai lembaga representative culture orang asli Papua untuk membantu dan memfasilitasi masyarakat melakukan penanaman kembali pohon sagu, yang adalah makanan pokok orang asli Papua.

Ketiga, masyarakat kampung Yakotim/Sanggai meminta MRP agar dana Otsus Papua digunakan untuk SDM  selain untuk bangunan fisik, terutama melengkapi fasilitas Puskesmas di distrik Nambong yang saat ini kurang memadai, jalan yang rusak dan fasilitas yang minim juga penyebab angka kematian tinggi di kampung tersebut.

Keempat, Sekretaris Kampung Yakotim/Sangga, mengapresiasi kehadiran Tim I Pokja Adat Majelis Rakyat Papua dikampung Yakotim Distrik Namblong dengan harapan akan datang lagi menjawab beberapa persoalan yang telah disampaikan yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat orang Asli Papua khususnya Kampung Yakotim. (*)

Humas MRP 

Read More
Categories Berita

Covid-19 Nyata di Papua, MRP Ajak Masyarakat OAP Patuhi Prokes

Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan Kunjungan Kerja di Distrik Jayapura Utara kelurahan Gurabesi, Kloofkamp, Kamis (9/9/2021)- Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan Kunjungan Kerja di Distrik Jayapura Utara kelurahan Gurabesi, Kloofkamp, Kamis (9/9/2021) dalam rangka mensosialisasikan strategi perlindungan dan penyelamatan orang asli Papua agar terhindar dari Pandemi Covid-19 di Jayapura, Papua.

Lenora Wonatorei, S. Pd, anggota MRP Pokja Perempuan mengatakan virus Covid-19 merupakan Pandemi global yang di alami seluruh dunia termasuk Papua sehingga perlu penting agar cara penanganan Covid perlu di sosialisasikan terus menerus oleh pihak medis di tiap kabupaten/kota di provinsi Papua.

“Covid-19 merupakan Pandemi global yang harus dipahami bersama sehingga perlu strategi-strategi penyelamatan dan perlindungan yang harus di lakukan secara mandiri oleh masyarakat Papua agar bisa terhindar dari Covid,” kata mama Wonatorei.

Dirinya juga mengajak masyarakat orang asli Papua untuk selalu mematuhi protokol kesetahan sesuai anjuran pemerintah 3M (Mencuci tangan, Memakai Masker dan Menjaga Jarak).

“Secara fisik kami anjurkan untuk selalu jaga mental, tidak takut yang berlebihan serta tidak terpengaruh dengan isu-isu Covid yang tidak jelas sumbernya seperti di media sosial facebook dan lainnya yang sering membuat masyarakat takut,” katanya.

Selain menjaga mental, mama Lenora juga mengajak masyarakat orang asli Papua untuk dekat kepada Tuhan agar Pandemi Covid ini bisa cepat berlalu dan orang asli Papua juga bisa terhindar dari Pandemi mematikan ini.

Sementara itu, Rosinda Tabuni, SE, anggota MRP Pokja Perempuan menambahkan masyarakat orang asli Papua menghadapi dua persoalan yang besar di tanah Papua.

“Pertama kami dilanda Pandemi Covid-19 dan kedua masalah tanah (status politik) yang terus memakan korban jiwa, sehingga perlu orang asli Papua bersatu bawah persoalan kegelisahan ini hanya kepada Tuhan agar bisa melindungi kita semua,” pesannya. (*)

Humas MRP

Read More
Categories Berita

Terkait Jalan Lingkar Lukmen, MRP Minta Kontraktor dan Pemerintah Fokus Renovasi Jalan 

Helena Hubi, Ketua Pokja Agama MRP menyikapi pro dan kontra pembangunan jalan lingkar Lukmen di Wamena kabupaten Jayawijaya – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) meminta pihak kontraktor dan pemerintah mempertimbangkan baik pembongkaran jalan lingkar Lukmen di Jayawijaya yang nyatanya tidak di setujui oleh pemilik hak wilayat, masyarakat setempat dan mahasiswa.

Hal tersebut disampaikan Helena Hubi, Ketua Pokja Agama MRP menyikapi pro dan kontra pembangunan jalan lingkar Lukmen di Wamena kabupaten Jayawijaya.

“MRP berharap pembangunan jalan lingkar Lukmen di Jayawijaya tidak merugikan masyarakat setempat sebagai pemilik hak wilayat,” tutur Helena.

Ia mengatakan sesuatu laporan yang di terima baik dari masyarakat serta mahasiswa Jayawijaya, jalan Lingkar Lukmen bukan kebutuhan utama masyarakat melainkan kepentingan elit kontraktor dan pihak-pihak tertentu dan dikerjakan tanpa di setujui oleh pemilik hak wilayat sebenarnya.

“Kami berharap para kontraktor anak asli Balim bisa melihat kebutuhan utama masyarakat disana, bukan mencari keuntungan dengan merusak apa yang ada di orang Hubula,” tuturnya.

MRP menyarankan agar pihak kontraktor dan pemerintah untuk lebih fokus merenovasi jalan raya yang sudah ada selama ini, nyatanya jalan tersebut sudah di lalui masyarakat 10 tahun belakangan ini namun belum di timbun dan di aspal baik agar di lalui kendaraan roda dua maupun roda empat.

“Coba lihat jalan yang sudah ada itu tinggal renovasi saja, lebih strategis menghubungkan antar Distrik hingga kampung seperti di Mumi masuk Tulem, Anegera, Umpakalo, hingga Usilimo dan di bagian bawah kali Balim juga ada jalan sebelumnya yang di lalui masyarakat tinggal di renovasi ulang saja,” tegasnya.

MRP juga melihat pembongkaran jalan ini juga kemungkinan agak merusak kebun-kebun masyarakat yang ada, serta mempersempit ruang gerak ternak seperti babi, sapi dan kambing.

“Dampak nyata akan di hadapi generasi yang akan datang sana, semoga pihak yang mengerjakan ini sadar akan tindakan tersebut sehingga perlu sekali lagi untuk di pertimbangkan,” tegasnya.

sebelumnya, Solidaritas Mahasiswa Peduli Pembangunan Masyarakat Jayawijaya terus melakukan kajian dan turun lapangan menemui masyarakat menanyakan rencana pembangunan jalan lingkar Lukmen di Wamena, kabupaten Jayawijaya.

Aluis Himan, ketua tim Solidaritas Mahasiswa Peduli Pembangunan Masyarakat Jayawijaya, mengatakan, tim sudah turun ke daerah dan sedang melakukan kajian lapangan selama dua minggu ini.

“Dalam dua minggu ini tim bertemu masyarakat di tingkat distrik untuk mendengar langsung tanggapan mereka terkait jalan lingkar Lukmen. Dari hasil sosialisasi dan kunjungan itu, sebanyak 13 distrik yang ada di Wamena menolak adanya jalan lingkar Lukmen,” ujarnya.

Selain masyarakat pemilik hak ulayat mengaku tak tahu menahu soal rencana pembongkaran jalan lingkar Lukmen, imbuh Aluis, masyarakat juga menegaskan perencanaan dan persetujuan pembongkaran jalan disepakati sepihak tanpa melibatkan pemilik hak ulayat.

“Mereka yang setuju ini oknum kepala distrik, kepala desa dan LMA distrik, bukan masyarakat asli pemilik hak ulayat. Pada saat kami sosialisasi dan lakukan pendekatan ke para tetua (kepala suku) dan pemuda dari 13 distrik sampaikan seperti itu,” katanya.(*)

Sumber Humas MRP/Suara Papua

Read More