Categories Berita

Pansus  Afirmasi MRP: SMK NEGERI 5 Penerbangan Sentani Butuh Perhatian Pemerintah Provinsi Papua

Tim Pansus Afirmasi MRP saat melihat hanggar pesawat milik SMK 5 Penerbangan Sentani, kabupaten Jayapura, Papua. – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Melalui kunjungan tim Pansus Afirmasi MRP di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 5 Penerbangan Waibu Sentani banyak menemukan kendala yang di hadapi pihak sekolah maupun siswa dalam mendukung proses belajar mengajar mereka.

Edison Tanati, ketua Pansus Afrimasi MRP mengatakan kungjungan mereka ingin melihat secara langsung proses belajar mengajar dari SMK Negeri 5 Penerbangan di kabupaten Jayapura
menindaklanjuti hasil pertemuan dengan pansus Afirmasi MRP dengan kepala sekolah SMK Penerbangan pada Minggu kemarin.

“Setelah kami melihat sangat luar biasa, anak-anak kami yang sekolah di SMK ini dari berbagai daerah di lima wilayah adat di provinsi Papua, dan di tempat ini kami melihat langsung fasilitas yang ada, namun belum sepenuhnya memadai seperti yang diharapkan,” kata Tanati.

MRP juga menyampaikan terima kasih kepada kepala sekolah dan jajarannya yang telah berusaha semaksimal mungkin dengan fasilitas yang ada saat ini dan telah mendidik anak-anak kami sehingga anak-anak kami juga tidak kalah bersaing dan berprestasi di luar setelah mereka tamat dari SMK Negeri 5 Penerbangan.

“Untuk tindak lanjuti kenjugan kami, besok Pansus Afirmasi akan bertemu dengan kepala BPSDM Provinsi Papua, kepala BKD provinsi Papua, dan kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah provinsi Papua untuk membicarakan persoalan yang di hadapi sekolah ini dan pada intinya sekolah ini harus ditunjang dengan fasilitas yang lain seperti asrama, hangar pesawat, simulator pesawat dan laboratorium khusus untuk mereka punya fasilitas simulasi penerbangan,” kata Tanati.

SMK Negeri 5 Penerbangan adalah sekolah dengan ilmu pasti sehingga sekolah ini juga harus dilengkapi dengan faslitas yang memadai pula, dan pola pembinaan yang baik kepada para siswa sehingga mereka bisa menerima pendidikan dari guru dengan baik. Dan kedepan mereka ini harapan Papua.

Orpa Anari, wakil ketua Pansus Afirmasi MRP menambahkan banyak anggaran di salurkan melalui Otsus namun pelaksanaan di lapangan nihil, terutama kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan
ekonomi kerakyatan karena tidak ada pengawasan yang serius oleh pemerintah.

“Di pendidikan banyak dana yang diturunkan namun sekolah dengan ilmu pasti seperti penerbangan ini minim sekali fasilitas penunjang belajar di sekolah, sehingga persoalan ini
menjadi masukan untuk MRP secara mekanisme dan kelembagaan akan melaporkan kepada pemerintah provinsi Papua untuk lebih perketak dalam pengunaan dan pengangaran dalam setiap bidang yaitukesehatan, pendidikan, infrastruktur dan ekonomi kerakyatan,” katanya.

Sekolah SMK negeri 5 Penerbangan ini harus jadi perhatian pemerintah supaya kita tidak mengirim siswa-siswi ke luar negeri maupun luar Papua namun meningkatkan yang sudah ada di Papua dengan melengkapi fasilitas yang kurang di setiap sekolah agar semua yang berkaitan dengan pendidikan ilmu pasti itu semua bisa di akses di Papua.

Budi Riyanto, kepala sekolah SMK Negeri 5 Penerbangan Sentani berharap menjadi perhatian lebih oleh lembaga MRP dengan keberadaan sekolah penerbangan di Jayapura ini, karena banyak kendala yang di hadapi oleh pihak sekolah maupun siswa.

“Banyak kendala di kami terutama peralatan yang masih sangat kurang, ditambah lagi dengan transportasi yang menjadi kendala buat anak-anak kami sehingga kami mengusulkan untuk berpola asrama sehingga anak-anak bisa fokus belajar di sekolah ini,” katanya.

Dan Sekolah berharap juga MRP untuk menyampaikan ke pemerintah untuk memberikan perhatian lebih terhadap SMK Negeri 5 Penerbangan karena yang ada di sekolah Penerbangan sampai saat ini 60 persen siswa orang asli Papua dan 40 persen siswa non Papua. (*)

 

Sumber: Suara Papua

 

Read More
Categories Berita

Dukung SAMN Papua Berantas Miras dan Narkoba, MRP Keluarkan SK

Reses anggota MRP Yoel Mulait bertemu dengan pengurus SAMN Papua. – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Reses anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) bersama Solidaritas Anti Miras dan Narkoba (SAMN) Papua beragenda menyerahkan surat keputusan (SK) MRP nomor 4 tahun 2021 tentang pengetatan pengawasan terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol serta obat-obat terlarang lainnya.

Keputusan MRP nomor 4 tahun 2021 ditetapkan dalam sidang pleno MRP di Kota Jayapura, Papua, Rabu (3/3/2021) lalu.

Yoel Luiz Mulait, ketua Pokja Agama MRP dalam pertemuan bersama pengurus pusat SAMN Papua selain menyerahkan SK MRP, juga menyerahkan perubahan Perda provinsi Papua nomor 15 tahun 2013 tentang pelarangan produksi, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol.

“Dengan persetujuan bersama DPRP dan Gubernur Papua memutuskan, menetapkan peraturan daerah tentang perubahan atas Perda nomor 22 tahun 2016 tentang perubahan atas Perda provinsi Papua nomor 15 tahun 2013, dimana berdasarkan evaluasi khusus dalam pasal 4 dan 9 menimbulkan potensi untuk produksi, peredaran dan penjualan minuman beralkohol, maka perlu dilakukan perubahan,” bebernya.

Selain itu, dari SK MRP nomor 4/MRP/2021 memutuskan menetapkan pertama menyatakan menolak usaha produksi dan pemasukan serta peredaran dan penjualan minuman beralkohol dan obat-obat terlarang lainnya di provinsi Papua.

“Kedua mengamanatkan kepada gubernur provinsi Papua dan bupati/walikota se-provinsi Papua untuk mencabut izin usaha minuman beralkohol di kabupaten/kota se-provinsi Papua.”

“Ketiga, kepada gubernur provinsi Papua dan bupati/walikota se-provinsi Papua mengamanatkan agar melibatkan pemangku kepentingan dalam masyarakat antara lain lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga perempuan serta organisasi solidaritas anti minuman beralkohol dan narkotika serta obat-obat terlarang untuk melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan penetapan keputusan ini,” Mulait membacakan.

Mulait menyatakan, dengan dukungan MRP, DPRP dan Gubernur Papua melalui perubahan atas Perda nomor 15 tahun 2013 dapat memberikan kekuatan untuk melawan miras dan narkoba di Tanah Papua.

Anias Lengka, ketua SAMN Papua, memberikan apresiasi kepada Pokja Agama MRP yang terus konsisten dukung kerja-kerja SAMN Papua dalam upaya memberantas peredaran miras dan narkoba.

“Pada kesempatan ini juga kami membahas agenda pelantikan pengurus terpilih SAMN Papua bersama MRP dan juga pemerintah provinsi Papua agar proses pelantikan ini dapat berjalan cepat, sehingga program-program yang sudah disusun bisa dijalankan,” kata Anias.

Kehadiran lembaga pemerintahan ini menurut Anias, memberikan satu kekuatan bagi SAMN Papua bekerja lebih giat dengan melebarkan sayap ke kabupaten/kota di provinsi Papua agar bersama-sama lawan miras dan narkoba. (*)

Sumber: Suara Papua

Read More

Categories Berita

Ketua MRP Sebut Aspirasi Rakyat Dogiyai Diantar Tepat Waktu

Ketua MRP Timotius Murib didampingi rekan-rekannya menerima aspirasi rakyat Dogiyai dari Pansus DPRD Dogiyai, Selasa (23/3/2021). – Jubi/Abeth You

JAYAPURA, MRP – Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mengatakan bahwa tiga poin aspirasi rakyat Dogiyai di antaranya penolakan Otonomi Khusus (Otsus) jilid II, penolakan pemekaran Provinsi Papua Tengah dan penolakan pembentukan Mapolres di Dogiyai, yang diantar Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Dogiyai kepada MRP sangat tepat waktunya.

Menurut Murib aspirasi tersebut dibawakan ketika pihaknya sedang menggelar rapat tim kerja terkait penyusunan pokok-pokok pikiran MRP, terkait usul perubahan kedua UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

“Secara resmi kami menerima tiga poin aspirasi rakyat yang dibawakan oleh Pansus DPRD Dogiyai. Pas hari ini, Selasa (23/3/2021) kami sedang bahas soal UU Otsus. Jadi ini tepat pada waktunya,” katanya, setelah menerima Pansus DPRD Dogiyai di Kota Jayapura, Selasa (23/3/2021).

Ia juga mengaku bahwa aspirasi rakyat yang diantar oleh DPRD Dogiyai termasuk mencetak sejarah baru selama pihaknya berada di MRP.

“Ini DPRD Dogiyai bikin sejarah baru, sepanjang kami ada di MRP tidak ada DPR daerah dari kabupaten dan kota di Papua antar aspirasi rakyat kepada kami. Cuma Dogiyai yang buat sejarah,” katanya.

Ketua Pansus DPRD Dogiyai, Orgenes Kotouki, mengatakan pihaknya mengantarkan aspirasi tersebut karena merupakan desakan dari arus bawah ketika rakyat Meepago menggelar aksi selama dua hari yakni Senin (22/2/2021) dan Senin (1/3/2021), yang dipusatkan di Dogiyai dengan tuntutan tiga poin di antaranya penolakan Otsus, DOB dan Mapolres di Dogiyai.

“Kami antar aspirasi rakyat ke sini, kepada pimpinan MRP. Rakyat minta harus ditindaklanjuti sampai ke pusat,” kata Kotouki.

Sekretaris Pansus DPRD Dogiyai, Agustinus Tebai, mengatakan dalam surat pernyataan sikap yang disampaikan pihaknya kepada MRP telah ditandatangani dan dicap basah oleh 79 kepala kampung, perwakilan organisasi dan paguyuban.

“Nanti pimpinan MRP bisa lihat, di dalam surat pernyataan sikap itu sudah ditandatangani oleh seluruh akar rumput,” katanya.

Ia menambahkan agar tolong ditindaklanjuti aspirasi tersebut hingga bisa berbuah hasilnya. (*)

Sumber: Jubi

Read More

Categories Berita

Rakyat Meepago Dukung MRP Gugat Pemerintah Indonesia

Ketua MRP Timotius Murib didampingi rekan-rekannya menerima aspirasi rakyat Dogiyai dari Pansus DPRD Dogiyai, Selasa (23/3/2021). – Jubi/Abeth You

JAYAPURA, MRP – Rencana Majelis Rakyat Papua (MRP) menggugat pemerintah Indonesia dalam hal ini presiden maupun DPR RI, lantaran melakukan inisiasi dan keputusan sepihak tanpa melibatkan rakyat Papua dan lembaga perwakilan dalam penentuan keberlanjutan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) dan pemekaran Provinsi Papua, didukung oleh rakyat Meepago yang terdiri dari Kabupaten Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya dan Mimika.

Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Pansus DPRD Dogiyai, Agustinus Tebai, ketika menggelar diskusi dengan Ketua MRP Timotius Murib didampingi bawahannya setelah penyerahan aspirasi rakyat Dogiyai di salah satu hotel di Kota Jayapura, Selasa (23/3/2021).

“Rakyat Meepago sudah sepakat, mereka dukung langkah-langkah yang dilakukan oleh MRP, salah satunya mereka dukung MRP gugat Presiden Republik Indonesia dan DPR RI,” ujar Agustinus Tebai dijemput tepukan tangan dari para hadirin.

Bukti dukungan terhadap MRP, kata Tebai, yang juga Ketua Komisi I DPRD Dogiyai ini menegaskan bahwa rakyat Meepago telah sepakat menolak pemekaran Provinsi Papua Tengah dan Otsus jilid II.

“Sejak MRP datang sampai sekarang mereka (rakyat Meepago) sudah menyatakan menolak, tidak pernah mereka berubah pikiran, tetap pada pendirian,” kata Tebai.

Ketua MRP Timotius Murib langsung menanggapi pernyataan itu. Ia mengatakan, pihaknya sedang melengkapi berkas untuk melakukan gugatan kepada pemerintah Indonesia.

“Iya, ini kami sedang lengkapi berkas mau pergi gugat,” ujar Murib.

Saat ini kata Murib, pihaknya tengah melakukan rapat tim kerja terkait penyusunan pokok-pokok pikiran MRP terkait usul perubahan kedua UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. (*)

Sumber: Jubi

Read More
Categories Berita

MRP Segera Rumuskan Rekomendasi Berdasarkan Rakor Tim Kerja Kemanusiaan

Suasana Rapat Koordinasi Tim Kerja Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Orang Asli Papua tentang Implementasi Hak Asasi Manusia pada Wilayah Konflik di Provinsi Papua yang digelar MRP, 19 Maret 2021 – Jubi/Arjuna

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua segera merumuskan rekomendasi berdasarkan hasil Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Kerja Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Orang Asli Papua yang berlangsung di Kota Jayapura, 18-19 Maret 2021.

Rakor itu membahas tentang Implementasi Hak Asasi Manusia pada Wilayah Konflik di Provinsi Papua.  Ketua Tim Kerja (Pansus) Kemanusiaan MRP, Pdt. Markus Kajoi mengatakan pihaknya akan membentuk tim perumus.

Tim ini bertugas merumuskan poin apa saja yang akan direkomendasikan dari rakor itu. Beberapa pembicara yang hadir dalam rakor tersebut direncanakan akan masuk dalam tim perumus.

“Kita akan rumuskan hasil [Rakor] hari ini, dan kami akan plenokan pada 24 Maret 2021, sebagai rekomendasi yang dikeluarkan MRP,” kata Markus Kajoi, Jumat (19/3/2021).

Menurutnya, setelah memplenokan poin-poin dari rakor itu, para anggota MRP akan melakukan reses ke lima wilayah adat. Sekembalinya dari reses, MRP akan mengagendakan kembali adanya diskusi.

Sebab pokok pikiran dari semua pihak akan memperkaya data data dan memberikan masukan kepada lembaga kultur itu.

“Mesti ada mekanisme yang dipatuhi semua pihak dalam penanganan konflik di Papua. Itu akan dibahas dalam diskusi bersama selanjutnya,” ujarnya.

Wakil Ketua II MRP, Debora Mote mengatakan memang yang diharapkan dari rakor itu ada rekomendasi yang nantinya menjadi keputusan MRP secara kelembagaan.

Menurutnya, para pihak di Papua mesti bersatu dan butuh kebersamaan. Bergandeng tangan, sebab bicara kepentingan Papua bukan untuk orang atau kelompok tertentu.

“Semua saran dan usulan selama rapat koordinasi dalam dua hari ini akan dirangkum. Akan disimpulkan untuk dijadikan rekomendasi MRP,” kata Debora Mote. (*)

Sumber: Jubi

Read More

Categories Berita

Utamakan Kuota Afirmasi bagi OAP, MRP Datangi Empat Sekolah Ini

Tim Pansus Afirmasi MRP saat melihat hanggar pesawat milik SMK 5 Penerbangan Sentani, kabupaten Jayapura, Papua. – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Menyadari pentingnya keberpihakan bagi orang asli Papua di bidang pendidikan, Majelis Rakyat Papua (MRP) terus mendorong sejumlah sekolah memprioritaskan anak-anak Papua. Pekan kemarin empat sekolah yang ada di Jayapura dikunjungi Pansus Afirmasi MRP untuk melihat langsung kondisi dan mendengar keluhan dari para guru.

Empat sekolah itu antara lain Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 5 Penerbangan Waibu Sentani, Sekolah Menengah Atas Negeri Keberbakatan Olahraga (SMANKOR) Jayapura, IPDN Jayapura, dan Politeknik Penerbangan (Poltekbang) Dok IX Jayapura.

Edison Tanati, ketua Pansus Afirmasi MRP, mengatakan, kunjungan ini tindak lanjut dari hasil pertemuan dengan Badan Pengelola Sumber Daya Manusia (BPSDM) provinsi Papua untuk meninjau langsung lokasi sekolah yang berfokus menyiapkan SDM Papua.

“Empat sekolah yang kami kunjungi dengan tujuan melihat langsung kendala yang dihadapi pihak sekolah maupun siswa terutama siswa orang asli Papua di bidang ilmu pasti baik penerbangan, IPDN maupun atlet yang mana minim fasilitas dalam menunjang proses pembelajarannya,” kata Edison.

Dalam kunjungan itu sudah melihat langsung berapa banyak siswa orang asli Papua yang ikut pendidikan. Itu menjadi catatan Pansus Afirmasi untuk dilaporkan ke pimpinan lembaga dan pemerintah provinsi Papua untuk diperhatikan lebih serius SDM Papua yang ada di Papua terutama di Jayapura.

“Selain meminta masukan dari pihak sekolah dan siswa, MRP juga minta agar siswa yang diterima harus utamakan orang asli Papua. Apa yang menjadi kendala bisa didorong dalam kuota afirmasi (kekhususan) terutama di penerbangan, teknisi pesawat, pramugari, pemantau lalu lintas udara di setiap lapangan terbang yang ada di Papua. Setelah selesai harus pekerjakan anak asli daerah dari kuota afirmasi,” jelasnya.

Orpa Anari, wakil ketua Pansus Afirmasi MRP, menambahkan, hasil kunjungan tersebut akan dilaporkan saat pertemuan MRP dengan BPSDM provinsi Papua dan wakil gubernur Papua untuk dapat ditindaklanjuti sebagai program prioritas.

“Kami minta kuota mandiri, juga pemerintah provinsi Papua harus melihat fasilitas pendidikan yang sudah dibangun dan tidak dirawat baik hingga terbengkalai karena tidak diperhatikan. Terutama asrama putra dan putri SMANKOR Buper Waena, ada fasilitas yang belum dilengkapi,” kata Anari.

Anari berharap sejumlah hal yang digumuli para guru dan siswa dapat diperhatikan serius oleh pemerintah provinsi Papua. (*))

 

Sumber: Suara Papua

Read More

Categories Berita

Anggota MRP Pertanyakan Kkeadilan Untuk Korban di Intan Jaya

Para anggota MRP mengikuti rapat Koordinasi Tim Kerja Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Orang Asli Papua tentang Implementasi Hak Asasi Manusia dalam Wilayah Konflik di Provinsi Papua yang digelar Jumat (19/3/2021). – Jubi/Arjuna

JAYAPURA, MRP– Anggota Majelis Rakyat Papua atau MRP dari Intan Jaya, Ciska Abugau mempertanyakan upaya pemerintah dan aparat keamanan memberikan keadilan terhadap semua korban yang kehilangan nyawa dalam konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di Intan Jaya, Papua. Abugau menyatakan proses hukum harus dijalankan terhadap semua kasus pembunuhan warga di Intan Jaya.

Ciska Abugau mengatakan proses hukum dalam kasus pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani terus berjalan, termasuk dengan rencana untuk mengautopsi jenazah Pdt Yeremia. Akan tetapi, ada beberapa warga sipil yang kehilangan nyawanya di sana, beberapa diantara pembunuhan itu diduga dilakukan aparat keamanan, dengan tuduhan bahwa korban adalah bagian dari kelompok bersenjata.

“Pendeta Yeremia Zanambani mau diautopsi. Bagaimana dengan korban korban yang lain di Intan Jaya? Kenapa hanya Pendeta Zanambani yang mau diautopsi?” kata Ciska Abugau dalam Rapat Koordinasi Tim Kerja Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Orang Asli Papua, Jumat (19/3/2021).

Rapat Koordinasi yang gelar MRP di Kota Jayapura itu membahas Implementasi Hak Asasi Manusia dalam Wilayah Konflik di Provinsi Papua. Ciska Abugau yang juga Ketua Kelompok Kerja atau Pokja Perempuan MRP itu kecewa, karena upaya menciptakan damai di Intan Jaya belum membuahkan hasil.

“Kami sudah menyampaikan ini kepada berbagai pihak, namun tidak didengar. Kita jangan selalu saling curiga. Tokoh agama dicurigai,” ujarnya.

Inspektur Pengawas Daerah Kepolisian Daerah atau Irwasda Polda Papua, Komisaris Besar Polisi Alfred Papare yang hadir sebagai pembicara menyatakan aparat keamanan tidak berupaya memperlambat atau menghambat penuntasan pembunuhan terhadap Pdt Yeremia Zanambani. Ia mengakui dalam beberapa waktu terakhir konflik bersenjata di Intan Jaya menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat.

Apalagi pasca pembunuhan terhadap Pdt Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, 19 September 2020 silam yang diduga dilakukan aparat keamanan. “Sudah ada tim investigasi yang dibentuk [Menkopolhukam]. Kapolda yang baru dilantik beberapa waktu lalu, telah mengundang Bupati Intan Jaya, membicarakan bagaimana upaya penyelesaian masalah di sana. Kita minta melakukan pendekatan kepada keluarga Pendeta Yeremia Zanambani agar bisa dilakukan autopsi,” kata Papare.

Menurutnya, pihak keluarga telah membuat surat pernyataan menyetujui jenazah Pdt Yeremia diautopsi. Akan tetapi, keluarga meminta bantuan pemerintah daerah dan kehadiran berbagai pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat.

“Bukan aparat memperlambat penuntasan masalah ini. Akan tetapi, kami mesti menghargai hak hak keluarga. Nantinya autopsi akan dilakukan di Intan Jaya, sesuai kesepakatan. Kami sudah mempersiapkan tim dokter yang akan dibantu tim Laboratorium Forensik dari Makassar,” ujarnya.

Papare menyatakan yang menjadi masalah adalah kelompok bersenjata yang masih berada di Intan Jaya. Dikhawatirkan mereka akan berupaya mengganggu proses autopsi nantinya.

Menurutnya, Polda Papua kini menyiapkan strategi agar autopsi nanti berjalan tanpa hambatan. Pemerintah daerah akan melakukan pendekatan terhadap kelompok bersenjata. “Kini Bupati berupaya melakukan pendekatan, agar tidak ada gangguan saat autopsi dilakukan. Autopsi mesti dilakukan untuk mendapat fakta hukum [penyebab korban meninggal dunia], agar tidak ada saling tuding,” katanya. (*)

Sumber: JUBI

Read More

Categories Berita

Proteksi Orang Asli Papua, Pemprov, DPRP dan MRP sudah bikin apa?

Rapat Konsultasi Tim Kerja Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Orang Asli Papua tentang Implementasi Hak Asasi Manusia pada wilayah konflik di Provinsi Papua, Kamis (18/3/2021) Jubi/Yuliana Lantipo

JAYAPURA, MRP – Satu per satu narasumber dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan lembaga agama yang concern pada isu kemanusiaan di atas Tanah Papua saling berbagi informasi, temuan, hingga kendala dan tantangannya selama melakukan advokasi terhadap kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia dalam forum Rapat Konsultasi Tim Kerja Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Orang Asli Papua tentang Implementasi Hak Asasi Manusia pada wilayah konflik di Provinsi Papua,  di Padang Bulan, Kota Jayapura, Papua, Kamis (18/3/2021).

Forum yang diselenggarakan oleh Majelis Rakyat Papua ini bertujuan menjaring masukan dari pekerja kemanusiaan dan bercita-cita melahirkan solusi atas konflik berkepanjangan di Tanah Papua nantinya akan diusulkan kepada negara.

“Pertemuan hari ini [MRP] ingin mendapatkan masukan langsung dari narasumber yang sedang atau sudah melakukan kerja-kerja [kemanusiaa] di sana [Nduga, Intan Jaya, dan Puncak],” kata Pdt. Markus Kajoi, anggota Pokja Agama MRP, yang juga dipercayakan menjadi Ketua Tim Kerja [Pansus] Kemanusiaan Lembaga kultur orang asli Papua tersebut.

Hadir pada pertemuan tersebut, pimpinan dan perwakilan sejumlah LSM dan lembaga gereja yang menjadi narasumber, di antaranya: Raga Kogoya yang menyampaikan nasib para pengungsi asal Nduga yang hidup di pengungsian sejak akhir 2018 hingga hari ini.

“Kondisi saat ini, banyak orang yang meninggal. Banyak yang hilang akibat dari operasi militer ini,” kata Raga Kogoya dalam pemaparannya.

“Sampai saat ini, orang yang meninggal [dalam] satu hari itu 1-5 orang. Belum [sempat] tutup duka ada yang meninggal lagi. Sampai hari ini. Ada yang karena batuk, ada yang karena panas tinggi langsung meninggal. Ada yang kena asap bom, ada anak sekolah,” bebernya.

Kogoya juga memaparkan bagaimana nasib anak-anak di pengungsian yang pernah memiliki sekolah darurat dari terpal di halaman Gereja, tempat pengungsi tinggal, namun saat ini, aktivitas belajar itu sudah tidak ada lagi.

“[Karena] ditekan, diancam. Bahkan ibadah di gereja juga ada mobil ‘anggota’ yang keliling. Sampai hari ini mereka tidak sekolah. Jadi, saya harapkan bisa perhatikan pendidikan. Saya minta pendidikan ini bisa diperhatikan untuk orang Nduga selain kesehatan,” ujar Kogoya.

Pembela HAM berikutnya adalah Theo Hesegem. Bersama tim kerjanya, Hesegem telah menyampaikan laporan tertulis dari kerja lapangan atas sejumlah peristiwa kekerasan fisik hingga menelan korban jiwa sipil dan anggota keamanan pada kasus Nduga kepada berbagai instansi dan lembaga negara dari Papua hingga Jakarta dan Internasional. Di antaranya, DPRP, Pangdam Cenderawasih XVII, Kapolda Papua, DPR RI, Komnas HAM, MRP. “Presiden dapat [laporan] dua kali, sebenarnya. Saya juga menyerahkan kepada pelapor khusus PBB,” jelasnya.

Sementara itu, Saul Wanimbo dari SKP Timika menceritakan bagaimana nasib para pengungsi asal Intan Jaya yang mencari perlindungan hingga ke wilayah suku lain di Mimika. Dijelaskan Wanimbo, pengungsian bahkan sudah terjadi sejak 2019 dan berpuncak pada akhir 2020 dan awal 2021.

Wanimbo menyanggah pernyataan pihak Kepolisian di Papua yang menyatakan melalui media, tidak ada pengungsi di Intan Jaya. “Mereka [pengungsi] hari ini ada di rumah kami. Sampai hari ini kami masih mencari bantuan untuk kasih mereka makan,” kata Wanimbo.

Banyaknya pengungsi asal Intan Jaya di Mimika juga terlihat dari munculnya wajah-wajah baru di Mimika dan bersamaan gereja-gereja di Intan Jaya kosong. “Semakin banyak karena gereja-gereja di lima stasi [di wilayah Intan Jaya] kami itu kosong. Lima stasi artinya ratusan gereja,” jelas Wanimbo.

Gambaran ini juga diperkuat oleh Bartolius Mirip, yang ikut memberikan gambaran terkini situasi di Intan Jaya. “Di Biandoga, orang-orang sudah tidak ada. Gereja-gereja kosong,” ucapnya.

Sementara itu, Yuliana Langowuyo dari SKPKC Fransiskan Papua memaparkan bagaimana pihaknya bersama jaringan kerja kemanusiaan kerap dihadapkan pada berbagai kendala dalam melakukan monitoring kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi di luar Kota Jayapura.

“Pimpinan gereja juga sudah distigma. Ketika kita minta tarik militer, itu dianggap politik. Gereja dianggap mendukung TPN PB. Padahal tidak. Kita tidak dukung militer, kita tidak dukung TPN PB, tapi setop [hentikan peperangan] supaya masyarakat yang terdampak dari perang itu tidak terus bertambah. Kita harus menekankan nilai kemanusiaan,” tegas Langowuyo.

Langowuyo mendorong agar ada para wakil rakyat terlebih wakil rakyat dari lembaga kultur orang asli Papua: MRP yang “memimpin” dan memulai turun langsung ke lapangan, hadir di tengah-tengah kehidupan pengungsi.

“Saat ini yang kita butuh harus ada yang berani masuk dan tinggal di sana. Sebagai seseorang yang independen. MRP bisakah buka posko di Bilogai?” ucapnya.

Kendala lain juga dialami tim KPKC Sinode di Tanah Papua. “Kesulitan bagi kami adalah wilayah pelayanan [gerejawi] mayoritas itu menjadi kesulitan bagi kami seperti di Nduga. Kami susah untuk membuat laporan-laporan kepada mitra kerja,” jelas Pdt. Anike Mirino, yang telah melakukan pendampingan pengungsi Nduga di Wamena melalui layanan medis bersama kelompok kerjanya.

Ia mendorong agar MRP dapat membentuk tim medis yang dapat bekerja secara independen dan langsung mendatangi para pengungsi. “Kunjungan ke camp pengungsian harus dilakukan karena mereka pasti takut ke rumah sakit setempat,” pintanya, diikuti pengalaman sejumlah pengungsi Nduga di Wamena yang ditolak oleh pihak rumah sakit karena sejumlah alasan seperti ketiadaan kartu penduduk dan kartu keluarga, baru-baru ini.

“Selain itu, MRP kalau bisa buat Posko dan jaminan keamanan di tempat [pengungsi] supaya rakyat tahu bahwa perwakilannya ada di sana, ada yang melindungi,” usul Mirino.

Dari sejumlah penyampaian, sebuah “tamparan” keras diungkapkan Emanuel Gobay, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua menutup sesi terakhir forum tersebut. Gobay mempertanyakan apa yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga yudikatif, eksekutif maupun MRP sebagai lembaga kultur orang asli Papua.

“Masalahnya, kita tidak pernah dengar MRP bilang PMI [Palang Merah Indonesia] turun, atau dari Gubernur, atau dari Ketua DPRP, karena itu tugasnya. Untuk menjalankan apa yang dilakukan kaka Raga Kogoya [dan pekerja kemanusiaan itu] adalah tugasnya PMI. Kalau tidak bisa PMI, ya Palang Merah Internasional,” tegas Gobay.
Pandangan Gobay yang menilai ada lamban respon pemerintah, ia menuding, “menurut saya ada pembisik Gubernur yang tidak benar. [Orang itu] harus ditarik,” katanya.

Gobay yang memiliki pengalaman bekerja di LBH Yogyakarta sejak 2008 lalu justeru menantang para anggota MRP untuk lebih optimal menggunakan kewenangan yang telah diembankan melalui Undang-Undang untuk menghasilkan kerja-kerja yang lebih konkret bagi masyarakat asli Papua. Di antaranya, ketika pengosongan daerah dilakukan dengan alasan keamanan, namun kemudian diisi oleh pihak lain, seperti kasus yang terjadi pada ratusan kepala keluarga di Tembagapura hingga persoalan pengungsian warga Nduga dan Intan Jaya karena alasan keamanan.

“Pertanyaannya, orang mau rampas tong punya hak adat ini. Upaya apa yang bapa-bapa di MRP [dan Ibu-Ibu] lakukan untuk [melindungi] itu?” tandanya, dilanjutkan, “atau, selama 21 tahun [otsus] berjalan ini, adakah KKR, penguatan Komnas HAM, yang MRP lakukan? Jadi, untuk proteksi orang asli Papua ini, Pemprov, DPRP dan MRP sudah bikin apa?” tandas Gobay, menutup pertemuan Forum tersebut. (*)

Sumber: Jubi

Read More

Categories Berita

MRP Apresiasi Perempuan Papua Pimpin Kejaksaan

Kejari Biak Numfor Efi Paulin Numberi (tengah) bersama suami tercinta Aryoko AF Rumaropen (paling kiri) dan Robert Wanggai, anggota MRP Pokja Agama (paling kanan) – Jubi/Jean Bisay

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com –– Majelis Rakyat Papua (MRP) mengapresiasi keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia yang memberikan kesempatan kepada perempuan asli Papua, Epi Paulin Numberi, sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Biak Numfor.

Promosi tersebut dinilai sebagai bentuk perhatian dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Orang Asli Papua (OAP). Ini juga menjadi bukti bahwa putra-putri Papua layak memimpin di berbagai institusi pemerintah.

Hal itu dikatakan Anggota Pokja Agama MRP Papua, Roberth Wanggai yang turut hadir pada pelantikan Kajari Biak Numfor, Kajari Jayapura, Kajari Nabire, Wakil Kejati Papua, Asisten Intelijen dan Kepala Tata Usaha Kejati, oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua, Nikolas Kodomo,SH.MH di aula Kantor Kejaksaan Papua, Senin (8/3/2021) di Jayapura.

“Atas nama Ketua MRP dan seluruh jajaran, kami menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Jaksa Agung dan Kejati Papua yang mempercayakan dan mempromosikan perempuan asli Papua menduduki jabatan Kepala Kejaksaan Negeri,” kata Wanggai.

Menurut mantan jurnalis itu, promosi ini memberikan sinyal positif bahwa SDM Papua telah mampu memimpin di berbagai bidang.

“Ini bagian dari implementasi pemerintah pusat ke daerah dalam era Otonomi Khusus (Otsus). Hendaknya terus menjadi terobosan baru di Kejati Papua untuk memberdayakan putra-putri asli Papua,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy menyampaikan apresiasi kepada Jaksa Agung atas promosi jabatan Efi Paulin Numberi sebagai Kajari Biak Numfor.

Promosi ini merupakan bukti bahwa perempuan Papua memiliki kualitas kepemimpinan dalam menyelesaikan berbagai masalah dan persoalan hukum di Tanah Papua.

“Kita apresiasi promosi kepada perempuan Papua. Ini bukti bahwa Jaksa Agung mempercayakan putra-putri Papua menduduki posisi strategis dalam institusi hukum,” ujarnya.

Direktur eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, beri apresiasi tinggi kepada Jaksa Agung Republik Indonesia atas promosi jabatan Kajari kepada dua anak Papua di lingkungan Kejati Papua Barat, yaitu Abdi Reza Fachlewi Junus, sebagai Kajari Ogan Komering Ilir di Kayu Agung, dan Juga Epi Paulin Numberi, sebagai Kajari Biak Numfor bersama satu rekan mereka Romy Rozali, sebagai Kajari Seruyan di Kuala Pembuang.

“Saya memberi hormat dan bangga kepada langkah Jaksa Agung RI karena dapat memberi kepercayaan kepada seorang Perempuan Asli Papua untuk pertama kalinya menjabat Kajari di Indonesia dan khususnya di Tanah Papua. Hal ini sejalan dengan amanat pasal 52 dan pasal 62 ayat (4) UU Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua,” ujarnya. (*)

Sumber: Jubi

Read More

Categories Berita

MRP Serahkan Buku Hasil RDP Otsus Papua ke Gubernur Papua

Ketua MRP, Timotius Murib, saat menyerahkan buku rangkuman implementasi Otonomi Khusus kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe – Jubi/Alex

JAYAPURA,  MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) merilis buku khusus berisi berbagai persoalan dan capaian selama 20 tahun implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) di Papua, yang dirangkum melalui pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Buku bersampul biru dengan bertuliskan Efektivitas Pelaksanaan Otsus Papua, diserahkan Ketua MRP, Timotius Murib, kepada Gubernur Lukas Enembe di Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura, Rabu (10/3/2021).

“Buku ini memiliki tiga bagian. Namun secara keseluruhan menyimpulkan semua persoalan Papua selama bergulirnya Otsus,”.

“Tiga bagian itu yakni pertama hasil pelaksanaan (RDP) Otsus Papua, kajian UU Otsus Papua dari akademisi, dan capaian dari Otsus selama 20 tahun,” kata Murib.

Dengan adanya buku ini dirinya berharap mampu memberikan pokok-pokok pikiran baru bagi masyarakat serta stakeholder lainnya untuk pembangunan Papua yang jauh lebih baik dari hari ini.

“Mudah-mudahan setelah buku ini beredar, masyarakat bisa baca dan tahu bagaimana implementasi otsus selama ini, lalu menjadi masukan saran juga bagi pemerintah. Apalagi saat ini Pemerintah Pusat sedang menggodok revisi UU Otsus,” ujarnya.

Sementara itu, Gubernur Lukas Enembe memberikan apresiasi kepada MRP yang telah menyusun buku tersebut, karena buku ini dapat menjadi pegangan bagi masyarakat.

“Buku ini berisi lika-liku perjalanan Otsus Papua. Keinginan masyarakat mau seperti apa juga tertuang dalam buku ini. Saya harap, buku yang mencatat sejarah implementasi Otsus ini dipelajari oleh publik,” katanya.

Ia menekankan dalam membangun tidak boleh ada rekayasa dan cara-cara buruk.

“Intinya, tidak boleh ada rekayasa,” tutupnya. (*)

Sumber: Jubi

Read More