Categories Berita

MRP minta Jakarta bawa evaluasi Otsus Papua ke mekanisme legal

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib – Jubi/Mawel

JAYAPURA, MRPMajelis Rakyat Papua atau MRP merespon pernyataan Menteri Dalam Negri (Mendagri), Tito Karnavian, yang menginginkan pembahasan UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang masa aliran dananya mulai surut pada tahun 2021.

Mendagri Tito Karnavian pekan lalu, di Jakarta mengatakan DPR harus melaksanakan pembahasan RUU Otonomi Khusus Papua tahun ini.

Kata dia, ada dua  skenario alternatif untuk RUU Otsus Papua. Pertama, hanya melakukan keberlanjutan dana otsus dua persen dari dana alokasi umum. Kedua, melanjutkan hasil pembahasan tahun 2014 RUU tentang Otsus Pemprov Papua.

“Singkatnya yang dilanjutkan dananya, otsusnya terus dilakukan,” ungkap Tito Karnavian, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI, sebagaimana dirilis tirto.id, Rabu (22/1/2020).

Mendagri menganggap RUU Otsus Papua sangat mendesak diselesaikan tahun 2020, mengingat tahun 2021 sudah berakhir aliran dana otonomi khusus.

“Sedikit dipercantik termasuk aspirasi dari Papua. Prinsipnya kita ingin melakukan percepatan pembangunan di Papua, affirmative action, sehingga isu-isu yang bisa merusak keutuhan NKRI itu terjaga,” lanjutnya.

MRP tidak setuju rancangan UU itu dibahas, apa lagi mengeluarkan satu kebijakan dalam bentuk peraturan Presiden tanpa mekanisme. MRP minta Jakarta harus menghargai mekanisme legal, sesuai dengan UU nomor 21 pasal 77.

“Kita harus merujuk pasal 77. Kita harus evaluasi dan evaluasi itu harus dilakukan orang asli Papua. Mekanisme itu harus dilakukan. Itu perintah UU,” ungkap Ketua MRP, Timotius Murib, kepada jurnalis Jubi di sela-sela rapat pleno masa sidang triwulan II di Hotel Home, Kota Jayapura, Papua, Rabu (1/6/2020).

MRP berharap Jakarta tidak melanggar hukum dalam membangun Papua. Karena itu memberi kesan Jakarta tidak serius membangun Papua.

“Kita jangan sederhanakan masalah Papua, sepotong-sepotong, tambal sulam. Kami sampaikan Presiden punya hati menyelesaikan masalah dari Sabang sampai Merauke, khususnya Papua sebagai daerah kekhususan,” ungkapknya.

Kata dia, kalau Presiden Joko Widodo punya hati untuk Papua, Murib mengajak semua pihak membawa masalah Otsus Papua ke mekanisme. Serahkan kepada yang punya hak legal melakukan evaluasi untuk menterjemahkan pikiran Presiden.

“Saya pikir kita terjemahkan pikiran Presiden sesuai aturan yang berlaku. Kita jangan main kepentingan-kepentingan kemudian kebijakan Presiden salah, rakyat protes, itu kinerja pemerintahan. Kasihan Pak Presiden,” ungkapnya.

Koordinator Jaringan Damai Papua, Pastor John Bunay, pekan lalu, dalam acara doa pemulihan umat Katolik dengan anggota MRP, Helena Hubi, menyampaikan pesan bahwa MRP dapat melakukan evaluasi Otsus ke tujuh wilayah adat di Papua. Evaluasi pelaksanaan otonomi khusus selama 20 tahun.

“Tanya masyarakat rakyat. Mereka mau apa? Jangan elit yang bicara,” ungkapknya dalam rekaman video yang diterima redaksi Jubi melalui Humas MRP. (*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More

Categories Berita

MRP dukung aspirasi pengunjukrasa yang menolak rencana pemekaran Dogiyai

Perwakilan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Lebah Hijau Kamu Mapiha menyerahkan aspirasi mereka yang menolak rencana pemekaran Kabupaten Dogiyai kepada Ketua MRP Timotius Murib. – Jubi/Dok. Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua  atau MRP menerima para mahasiswa yang berunjuk rasa di Jayapura pada Rabu (1/7/2020), menolak rencana pemekaran Kabupaten Dogiyai menjadi Daerah Otonom Baru atau DOB Mapiha Raya. Saat menerima perwakilan pengunjuk rasa, Ketua MRP, Timotius Murib menyatakan lebih baik pemekaran ditunda, karena itu bukan kebutuhkan rakyat Papua.

Sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakan diri Forum Mahasiswa Lebah Hijau Kamu Mapiha berunjuk rasa di Kantor MRP, menyampaikan penolakan mereka atas rencana pemekaran Kabupaten Dogiyai. Ketua Forum Mahasiswa Lebah Hijau Kamu Mapia, Benediktus Agapa rencana pembentukan DOB Mapiha Raya itu ditolak berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, kelompok perempuan, tokoh adat, dan tokoh agama.

Benediktus Agapa menyatakan rencana pembentukan DOB Mapia Raya itu tidak memenuhi syarat administratif yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Agapa meminta elit politik Dogiyai berhenti menjanjikan pembentukan DOB Mapia Raya sebagai solusi bagi pembangunan, karena hal itu tidak mungkin terwujud.

“[Kami meminta] surat keputusan pembentukan Mapia Raya dicabut. [Kami juga menuntut] tim pemekaran yang sedang jalan dibubarkan,” kata Agapa.

Demonstran lainnya, Sprianus Iyai juga menyatakan rencana pemekaran itu tidak memenuhi syarat, dan bisa berdampak buruk terhadap rakyat. “[Rakyat] yang [sekarang] ada [adalah] sisa dari yang tersisa. Jadi, kami pikir [untuk] selamatkan yang tersisa,” kata Iyai dalam unjuk rasa itu.

Ketua MRP, Timotius Murib yang menemui para pengunjuk rasa itu menyatakan MRP akan memproses aspirasi itu sesuai mekanisme lembaga. Ia juga menegaskan MRP tidak memiliki rencana untuk merekomendasikan pemekaran wilayah di Bumi Cenderawasih. “MRP hari ini fokus mengevaluasi pelaksanaan Otonomi Khusus Papua, jadi tidak ada yang bicara pemekaran,” kata Murib kepada para demonstran itu.

Murib menyatakan siapapun yang bicara pembentukan DOB di Papua seharusnya menyadari apa kebutuhan orang asli Papua (OAP). Murib menyatakan (OAP) tidak membutuhkan pembangunan dalam wujud fisik yang mengatasnamakan kesejahteraan dan kemajuan.

“Orang Papua butuh kehidupan yang menjamin masa depannya, bukan pembangunan. Pembangunan fisik ok, tetapi harus berdasarkan aspirasi masyarakat, bukan [didasarkan kepentingan] elit [politik],” tegas Murib.

Karena itu, demikian menurut Murib, MRP terus berbicara tentang upaya perlindungan manusia dan hak milik OAP. Hak atas tanah, hutan, air, dan udara harus aman dari ancaman perampasan dan perusakan yang mengatasnamakan pembangunan dan investasi. “MRP hari ini bicara selamatkan tanah dan manusia Papua. Bicara itu dulu, jangan bicara pemekaran,” kata Murib.

Anggota Kelompok Kerja Adat MRP, Frans Tekege yang merupakan utusan Wilayah Adat Meepago turut menemui para pengunjuk rasa. Tekege menyatakan yakin pemekaran Kabupaten Dogiyai tidak akan jalan, karena pemerintah pusat belum mencabut moratorium pemekaran. “Usulan [pemekaran] apapun tidak akan jalan. [Rencana pemekaran] Provinsi Papua yang [punya] muatan politik tinggi saja tidak jalan, [apalagi usul pemekaran kabupaten],” kata Tekege.(*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More