Categories Berita

MRP: Kapan RI bangun Papua sesuai falsafah negara?

Ilustrasi demo Otsus – Jubi. Dok

JAYAPURA, MRP – Anggota Majelis Rakyat Papua atau MRP, Yohanes Wob menilai pemerintah Indonesia belum membangun Papua sesuai falsafah negara. Penyelenggara negara masih menyampingkan cita-cita pendiri negara yang tersurat dalam Pancasila, dan belum memanusiakan dan memberikan keadilan bagi rakyat Papua.

Pernyataan itu disampaikan Yohanes Wob kepada Jubi saat dihubungi melalui panggilan telepon selularnya pada Senin (22/6/2020). “Kapan Kementerian-kementerian RI menyusun program pembangunan berdasarkan sila-sila falsafah negara Pancasila?” tanya Wob.

Wob menegaskan pemerintah semestinya menyusun dan membangun Papua sesuai sila kedua dan sila kelima Pancasila. Menurutnya, pembangunan di Papua belum mewujudkan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab serta prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Wob menilai pembangunan di Papua masih jauh dari manusiawi, karena menempatkan manusia Papua masih menjadi obyek pembangunan. Pembangunan di Papua akhirnya tidak membawa perubahan nyata bagi kehidupan orang asli Papua.

Ia menegaskan, Jakarta selalu menyebut Papua tertinggal, membuat banyak proyek pembangunan dan memberlakukan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Namun setelah Otsus Papua diberlakukan selama hampir 20 tahun, proyek pembangunan dan otonomi khusus itu gagal memanusiakan orang asli Papua. “Perihal peradaban dan keadilan bagi manusia Papua masih nol!” tegas Wob.

Ia mengingatkan keadilan bagi rakyat Papua tidak bisa diukur dengan berbagai perubahan yang dialami dan diterima para elit Papua, termasuk jabatan dan fasilitas jabatan bagi mereka. Keadilan tidak bisa diukur dengan fasilitas layanan umum yang dibangun di kota-kota, yang mayoritas penduduknya kaum migran. “Keadilan harus [ada] bagi orang asli Papua yang ada di kampung-kampung,” ujarnya.

Wob mengkritik pemerintah pusat yang telah gagal menjalankan Otsus Papua, namun tetap memaksakan keberlanjutan otonomi khusus itu. Ia menilai pilihan untuk melanjutkan Otsus Papua lebih didasari kepentingan ekonomi dan politik ketimbang didasari rasa kemanusiaan terhadap orang Papua.

“Keberlanjutan Otsus di Papua akan dipaksakan oleh Jakarta, karena Otsus adalah penghubung Jakarta dan Papua. Tanpa Otsus, Jakarta tak punya pilihan [dan alasan] untuk tetap jadikan Papua sebagai bagian dari Indonesia,” ujar Wob.

Wob menilai Otsus Papua adalah hasil kesepakatan elit Papua dengan Jakarta. Kedua belah pihak saling memanfaatkan, dengan mengatasnamakan rakyat Papua. “Otsus itu kontrak politik Pemerintah Indonesia dengan elit Papua tentang status politik manusia dan bumi Papua,” kata Wob.

Wob menyatakan kontrak politik semacam itu seharusnya dilakukan dengan rakyat Papua. “Sekarang penentunya ada di rakyat Papua, mau Otsus atau mau pilihan politik lainnya?” tanyanya.

Pemerintah pusat sendiri telah berencana merevisi peraturan perundang-undangan yang terkait Osus Papua. Dikutip dari pemberitaan Tirto.id berjudul “Mendagri: RUU Otsus Papua Mendesak Dibahas Karena Berakhir 2021“, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengatakan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Otonomi Khusus Papua harus dilaksanakan DPR pada tahun ini. Ia menganggap RUU itu sangat mendesak mengingat pada tahun 2021 kucuran Dana Otsus Papua akan berakhir.

“Ada dua skenario alternatif, untuk RUU [Otsus Papua]. Yang pertama adalah hanya melakukan keberlanjutan dana otsus dua persen dari dana alokasi umum. Kedua melanjutkan hasil pembahasan tahun 2014 RUU tentang Otsus Pemprov Papua, singkatnya yang dilanjutkan dananya, otsusnya terus dilakukan,” kata Tito, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI, Rabu (22/1/2020).

Pada 11 Maret 2020 Presiden Joko Widodo memimpin Rapat Terbatas di Jakarta, membahas evaluasi Dana Otsus Papua. Presiden Jokowi mengharapkan kucuran Dana Otsus Papua dievaluasi secara menyeluruh, dengan melibatkan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Menurut Jokowi, nilai kucuran Dana Otsus Papua sejak 2002 hingga 2020 telah mencapai Rp94,24 triliun. “Angka yang sangat besar. [Harus ada evaluasi sejauh mana dampaknya yang dirasakan oleh masyarakat. Perlu dikonsultasikan dengan seluruh komponen rakyat Papua dan Papua Barat,” kata Jokowi, sebagaimana dikutip dari dokumentasi video yang diunggah akun Youtube Sekretariat Presiden.

Rapat terbatas itu ditanggapi Ketua MRP Timotius Murib pada 17 Maret 2020, yang menyatakan setiap rencana perubahan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang UU Otsus Papua harus mengacu Pasal 77 UU Otsus Papua. Ia mengingatkan hanya rakyat Papua yang memiliki hak untuk mengevaluasi Otsus Papua, karena Otsus itu diberlakukan sebagai jawaban atas tuntutan rakyat Papua untuk merdeka dari Indonesia.

“MRP tahu pemerintah punya kepentingan pembangunan di Papua. Akan tetapi, kami mau [evaluasi Otsus Papua] sesuai dengan Pasal 77 UU Otsus Papua. Kalau mau melakukan perbaikan, [hal itu] benar-benar terinspirasi dari aspirasi rakyat Papua,” kata Murib kepada Jubi, Selasa (17/3/2020).(*)

 

Sumber: Jubi.co.id