Categories Berita

Diputus MRP membayar ganti rugi, Pertamina nyatakan ganti rugi sudah dibayar pemda

Manajemen Pertamina menanggapi unjukrasa marga Tanawani di Serui, Kabupaten Yapen, Papua, yang pada Kamis (13/2/2020) pekan lalu menuntut Pertamina membayar ganti rugi atas penguasaan tanah ulayat mereka. – Humas MRP

Jayapura, MRP – Manajemen Pertamina menanggapi unjukrasa marga Tanawani di Serui, Kabupaten Yapen, Papua, yang pada Kamis (13/2/2020) pekan lalu menuntut Pertamina membayar ganti rugi atas penguasaan tanah ulayat mereka. Pertamina menghargai penyampaian aspirasi dalam unjukrasa itu, namun menyatakan pemerintah telah membayar ganti rugi atas lahan yang dikuasai Pertamina itu.

Tanggapan itu disampaikan Unit Manager Communication, Relations & CSR MOR VIII – Maluku Papua, Brasto Galih Nugroho. Menurutnya, pembayaran ganti rugi atas lahan yang diperkarakan marga Tanawani telah dilakukan Bupati Yapen Waropen, dan dituangkan di dalam Berita Acara Pembebasan Tanah Lokasi Sub. Depot Pertamina di Serui pada 23 Juli 1980.

Brasto menegaskan penguasaan lahan itu diperoleh Pertamina secara sah, dan Pertamina telah mengantongi Sertifikat Hak Guna Bangunan yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional pada 1994. “Proses pembebasan sudah dilakukan oleh pemerintah daerah. Dari pemerintah daerah, lahan itu kemudian dikuasai Pertamina,” kata Brasto saat dihubungi melalui panggilan telepon di Jayapura, Rabu (19/2/2020).

Pada Kamis (13/2/2020) pekan lalu, marga Tanawani berunjukrasa, menuntut Pertamina segera menjalankan putusan Majelis Rakyat Papua pada November 2019 yang menyatakan Pertamina harus membayar ganti rugi atas penguasaan 2 hektar persil tanah ulayat keluarga Tanawani. Salah satu wakil keluarga Tanawani, Mesak A Tanawani menyatakan Pertamina telah menduduki tanah ulayatnya sejak 1979, dan belum pernah membayar ganti rugi.

Pada awal 2019, keluarga Tanawani mengadukan sengketa tanah ulayat itu kepada Majelis Rakyat Papua (MRP). Pada November 2019, MRP memutus Pertamina harus membayar ganti rugi atas penguasaan tanah ulayat marga Tanawani secara tidak sah sejak 1979.

Brasto menyatakan Pertamina menghormati penyampaian aspirasi marga Tanawani, namun meminta semua pihak menghormati hukum dalam menyelesaikan perselisihan pendapat terkait penguasaan lahan yang saat ini digunakan sebagai terminal bahan bakar di Serui itu.

Brasto merujuk kepada Surat Edaran Gubernur Irian Jaya tertanggal 18 Juni 2001 tentang Penyelesaian Permasalahan Tanah. Surat edaran itu menyarankan tuntutan atas tanah yang sudah bersertifikat diselesaikan melalui proses hukum.

Brasto enggan menanggapi putusan MRP yang memerintahkan Pertamina membayar ganti rugi kepada marga Tanawani. “Upaya hukum yang bisa digunakan [adalah] gugatan [atas] tanah bersertifikat,” ujar Brasto.

Ketua Kelompok Kerja Adat Majelis Rakyat Papua atau MRP, Demas Tokoro saat ditemui Jubi di Jayapura pada Selasa (18/2/2020) menyatakan putusan itu dijatuhkan karena Pertamina tidak memiliki bukti pelepasan hak ulayat dari para pemilik tanah ulayat itu. “MRP sudah mengeluarkan keputusan, tanah lokasi Pertamina ini milik [marga] Tanawani Tanao Tarao,” tegas Tokoro.

Tokoro menyatakan seharusnya semua pihak dapat menerima putusan MRP, karena MRP dibentuk Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua dan memiliki wewenang dalam rangka perlindungan hak orang asli Papua. “Semua orang Papua mengatakan, tanah itu milik Tanawani Tanao Tarao,” kata Tokoro.

Tokoro mempersilahkan pihak yang tidak puas dengan putusan MRP itu menempuh jalur hukum. “Kalau tidak setuju, silahkan mengugat lembaga [MRP]. Kami, 51 anggota MRP, siap memberikan keterangan,” ujar Tokoro.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id