Categories Berita

MRP bersama Enam tokoh Gereja Papua hadiri deklarasi lintas agama selamatkan hutan tropis

Anggota MRP pokja agama, Robert Wanggai bersama tokoh gereja GKI di tanah Papua menghadiri lokakarya, dialog dan prakarsa lintas agama di Jakarta (Wanggai/dok)

Jayapura, MRP – Enam tokoh gereja Kristen Injili di tanah Papua diundang menghadiri lokarya, dialog dan prakarsa lintas agama untuk menyelamatkan hutan tropis Indonesia. Acara berlangsung pada 30-31 Januari di Jakarta.

“Nanti ini, mereka (tokoh lintas agama) akan lakukan deklarasi komitmen bersama lintas agama,”ujar Robert Wanggai, anggota MRP Pokja agama yang diundang mewakili sinode GKI tanah Papua pada Kamis (30/01/2020) melalui pesan singkatnya.

Kata dia, enam tokoh gereja dari Papua yang menghadiri dan akan ikut menandatangani komitmen bersama itu antara lain Pdt. Bastian Bleskadit, S.Th, MM (Ketua Klasis GKI Ayamaru), Pdt. Sola Gracia Kurni, S.Th (Ketua Klasis GKI Waropen), Ronald Tapilatu (Ka Perwakilan GKI di PGI).

Tokoh gereja Kristen Papua akan menandatangani komitmen bersama siap melakukan mobilisasi semua elemen agama, gereja dan aliran untuk lindungi hutan Indonesia. Mobilisasi kerjasama dengan pemerintah, investor, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat adat.

Kata dia, proses kerja sama dalam rangka memperbaiki hutan dan mengurangi kerusakan hutan Indonesia dengan melibatkan pemimpin agama mungkin akan berjalan baik. Lantaran para pemimpin mengambil peran atas kerusakan hutan Indonesia dan pemanasan global.

“Karena pemimpin agama sering menjadi tokoh yang paling dipercaya dalam masyarakat manapun, paling dicari dalam mendapatkan bimbingan moral dan spiritual baik dalam kehidupan ekonomi, sosial dan politik,”ungkapnya.

Menurutnya, proses penyadaran akan berjalan baik juga karena pemimpin agama itu guru dan teladan di bidang pendidikan, kesadaran dan pembelajaran. Pemimpin agama menjadi tolok ukur meningkatkan kesadaran tentang krisis penggundulan hutan, perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan,

Ketua Pokja Adat MRP, Demas Tokoro mengatakan kerusakan hutan Indonesia, terutama Papua bukan wacana lagi melainkan nyata.

Dirinya bisa mengukur itu dari pengaduan masyarakat adat yang masuk ke lembaga MRP. “Pengaduan yang banyak itu mengenai tanah dan hutan, akibat pihak yang berkepentingan,”ungkapnya. (*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Ini buku kedua Benny Pakage tentang Malind dan Keprihatinan di Selatan Papua

Cover buku MAROKA EHE. Buku itu mengajak generasi muda di Papua Selatan melihat masa lalu, melihat kondisinya saat ini dan menatap masa depan. – Dok Jubi

Jayapura, MRP – Benny Wenior Pakage meluncurkan buku keduanya berjudul “MAROKA EHE; Memahami Orang Malind dan Keprihatinannya di Selatan Tanah Papua,”. Peluncuran buku dengan menghadirkan sejumlah tokoh itu dilakukan hari ini, Sabtu (1/2/2020).

“(Dalam peluncuran) menghadirkan narasumber dan peserta anak-anak muda Papua Selatan,” kata Pakage, kepada Jubi.

Dalam diskusi itu menghadirkan Pater Anselmus Amo MSC, direktur Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke, yang akan membeda buku dari sudut padang isu hak asasi manusia. Selain itu Agustinus Mahuse yang akan bicara soal bahasa Malib Kanum.

“Yang bicara ini asisten peneliti Iwan Aria dari Australia Nasional University,” ujar Pakage yang sebelumnya menulis buku biografi Panglima Organisasi Papua Merdeka, Kelly Kwalik.

Anggota DPRD Merauke, Cosmas Yem  juga akan akan berbicara hak politik dalam pesta demokrasi dan representasi orang asli Papua di Parlemen. Selain itu juga anggota  majelis rakyat Papua, Nicolas Degey yang akan mengungkap hak-hak orang asli Papua di negerinya.

Para narasumber itu akan berbicara di hadapan para pemuda dari suku-suku asli di Papua Selatan. Teramasuk para pemuda dari kabupaten Merauke, Asmat, Boven Digoel dan Mapi.

“Hadir pemuda Malind, Muyu, Mandobo, Asmat, MAPPI, senat mahasiswa STISIPOL YALEKA MARO, dan SENAT UNIV. MUSANUS, LMA,” kata Pakage menjelaskan.

Menurut Pakage dalam buku itu ia mengajak generasi muda di Papua Selatan melihat masa lalu, melihat kondisinya saat ini dan menatap masa depan. “Buku ini hanya sebagai pancingan kepada generasi mudah Papua Selatan khususnya Marind,Mappi,Asmat,Boven Digul agar bisa menulis diri mereka sendiri dengan berkaca pada buku ini,” katanya.

Ia berusaha menciptakan ruang diskusi di kalangan anak anak mudah khususnya di Merauke dengan beralih pikiran dari budaya lisan ke tulisan menambah referensi mengenai Merauke.

Anggota MRP, Nikolaus Degey, yang akan hadir dalam peluncuran itu menaruh harapan besar anak-anak asli Papua Selatan bisa makin kuat dalam arus migrasi.

“Kita bicara hari ini tantangan orang asli berdiri di tegak negerinya di tegah mayoritas orang migrasi,” kata Degey.

Menurut Degey, populasi orang di Papua Selatan sangat memprihatikan dan semakin terjepit di antara orang non Papua yang banjir sebagai tenaga kerja maupun transmigrasi.

“Jumlah anggota DPR kabupaten yang minim orang asli itu menjadi bukti orang asli makin sedikit,”katanya.

Dalam situasi itu  semua pihak harus prihatin dan bicara proteksi untuk melindungi hak-hak orang asli Papua di Selatan dan Papua. (*)

 

Sumber: Jubi.co. id

 

Read More
Categories Berita

MRP terus kawal proses persidangan para terdakwa unjukrasa anti rasisme

Advokat Sugeng Teguh Santoso dari Tim Advokat untuk Orang Asli Papua berfoto bersama 17 kliennya yang dikeluarkan dari tahanan Kepolisian Daerah Papua di Jayapura pada Selasa (28/1/2020), karena masa penahanan mereka telah habis. – Dok. MRP

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP mengelar rapat pimpinan MRP, kelompok kerja, dan alat kelengkapan MRP untuk memantau perkembangan proses advokasi yang dijalankan Tim Advokat untuk Orang Asli Papua terhadap para terdakwa perkara yang terkait dengan unjukrasa anti rasisme di Papua. Rapat itu digelar di Jayapura, Papua, Selasa (28/1/2020).

Tim Advokat untuk Orang Asli Papua (OAP) terbentuk dari perjanjian kerjasama MRP dan Dewan  Pimpinan Nasional Persatuan Advokat Indonesia atau Peradi yang diketuai Luhut MP Panggaribuan untuk melakukan pembelaan terhadap OAP yang dijadikan terdakwa dalam unjukrasa maupun amuk massa terkait kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019. Perjanjian kerjasama itu ditandatangani kedua pihak pada 16 Oktober 2019.

Rapat MRP pada Selasa membahas perkembangan pembelaan yang dijalankan Tim Advokat untuk OAP itu. “Agenda hari ini, MRP bahas kerja sama dengan Peradi yang dampingi proses hukum terhadap para terdakwa [perkara yang terkait unjukrasa] anti rasisme,” kata Ketua I MRP, Jimmy Mabel di Jayapura, Selasa.

Mabel menyatakan pendampingan hukum dari Tim Advokat untuk OAP membuat pihaknya optimis dengan proses hukum yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Jayapura. Apalagi, pada Selasa Tim Advokat untuk OAP telah mengeluarkan 17 terdakwa dari tahanan, karena masa penahanan mereka telah habis.

Mabel melanjutkan, MRP tidak hanya berjuang untuk 17 terdakwa yang telah keluar dari tahanan karena masa penahanan mereka telah habis. MRP juga berjuang untuk memastikan para terdakwa/tahanan yang tengah ditahan atau diadili di Jayapura, Wamena, Nabire, Timika, Kalimantan dan Jakarta mendapatkan pembelaan hukum yang layak.

Meski 17 terdakwa itu tidak ditahan lagi, Ketua Tim Advokat untuk OAP Sugeng Teguh Santoso mengingatkan proses hukum terhadap 17 terdakwa itu belum selesai. “Adik-adik keluar dari sini tetapi ingat masih ada  proses hukum di pengadilan,” kata Sugeng saat menjemput 17 kliennya yang dikeluarkan dari tahanan pada Selasa.

Sugeng meminta 17 kliennya untuk tetap mengikuti proses hukum yang masih berjalan, untuk memastikan tidak akan ada masalah baru. “Setekah keluar dari sini, besok harus hadir [sidang],” kata Sugeng kepada kliennya.

Anggota Kelompok Kerja Agama MRP, Nikolaus Degey mengatakan kepulangan 17 terdakwa yang sebelumnya ditahan itu menunjukkan pengadilan telah menggunakan kapasitasnya sebagai lembaga penegak hukum dan keadilan. “Pengadilan itu penegak kebenaran,” kata Degey.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

MRP usulkan perubahan PP demi memperkuat wewenangnya

Rapat dipimpin langsung oleh Ibu Dorince Mehue (Ketua PURT) didampingi oleh Yuliana Wambrauw (Wakil Ketua PURT) dan Dominggus Madai (Sekretaris PURT) – Humas MRP

Jayapura, MRP – Panitia Urusan Rumah Tangga  Majelis Rakyat Papua atau MRP mengelar rapat koordinasi antara pimpinan, anggota , alat kelengkapan, dan Sekretariat MRP di Jayapura pada 30-31 Januari 2020. Rapat koordinasi itu membahas usulan revisi Peraturan Pemerintah tentang MRP.

Ketua Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) MRP, Dolince Mehue menyatakan pihaknya mendapat banyak masukan dari Kelompok Kerja (Pokja) Agama, Pokja Adat, maupun Pokja Perempuan terkait usulan perubahan kedua PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang MRP. “Kami bersyukur pertemuan hari ini anggota MRP dan Sekretariat MRP juga hadir memberikan pokok-pokok pikiran,” kata Mehue di Jayapura, Jumat (31/1/2020).

PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang MRP (PP MRP) sendiri telah mengalami revisi lewat diundangkannya PP Nomor 64 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas PP MRP. Akan tetapi, perubahan pertama itu lebih banyak mengatur masalah hak keuangan dan berbagai jenis fasilitas yang diperoleh anggota MRP.

Dalam pembahasan pekan ini, PURT MRP menyatakan akan mengajukan usulan perubahan PP MRP yang memperkuat kewenangan MRP dalam menjalankan mandat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua). Dolince Mehue menyatakan masukan dalam rapat koordinasi pekan ini akan menjadi agenda rapat khusus untuk mematangkan konsep perubahan kedua PP MRP.

“Kami akan rumuskan sebagai materi ke Jakarta. Atau, kalau sangat penting, [kami akan] mendorong [masukan rapat koordinasi] menjadi agenda sidang, untuk menjadi keputusan lembaga,” kata Mehue.

Mehue menyatakan PURT MRP tengah memperjuangkan adanya kewenangan yang lebih luas bagi MRP untuk mengawasi, memonitor, dan meninjau implementasi Otsus Papua. Selain akan merumuskan penguatan wewenang MRP, usulan perubahan PP MRP juga akan meninjau kembali hak keuangan anggota MRP. “Hak keuangan kita tinjau kembali, dan [memperkuat] kewenangan mengawasi pelaksanaan otonomi khusus,”ungkapnya.

Anggota MRP, Herman Yoku dari Pokja Adat menambah usulan perubahan kedua PP MRP itu merupakan bagian dari penguatan MRP untuk mengawasi jalannya pembangunan. “Hari ini [sudah] ada kewenangan [MRP], tetapi itu tidak lebih dari bicara-bicara,” kata Yoku.

Yoku menyatakan MRP ingin kewenangan lebih jelas, terutama dalam mengawasi pengunaan Dana Otsus Papua oleh pemerintah daerah di Papua. “Kita mau  awasi langsung, kalau boleh memanggil dan mempertanyakan pihak pelaksana Dana Otsus Papua,” ujar Yoku. (*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More