Categories Berita

MRP berharap rekonstruksi kantornya segera selesai

 

Ruang di kantor MRP yang dibakar – Jubi/Arjuna Pademme.

 

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP berharap rekonstruksi atau pembangunan kembali Kantor MRP yang terbakar dalam amuk massa 29 Agustus 2019 segera selesai. Hal itu disampaikan Ketua MRP, Timotius Murib di Kota Jayapura, Papua, Selasa (21/1/2020).

Saat ini, rekonstruksi Kantor MRP masih berlangsung, untuk memperbaiki berbagai kerusakan yang terjadi saat massa membakar kantor itu pada 29 Agustus 2019 lalu. Dalam peristiwa itu, sejumlah tujuh ruangan di dalam gedung kantor MRP terbakar, termasuk ruang sidang utama, ruang umum, dan ruang Bagian Keuangan MRP.

Pembakaran kantor itu terjadi pada 29 Agustus 2019, saat belasan ribu warga Kota Jayapura menggelar unjukrasa damai untuk memprotes kasus persekusi dan rasisme terhadap para mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019. Saat barisan terdepan pengunjukrasa telah meninggalkan Kantor MRP dan berjalan kaki dengan tertib menuju Kantor Gubernur Papua, sekelompok orang membakar kantor itu.

Murib menyatakan pembakaran itu membuat sejumlah staf harus berbagi ruang kerja. Ruang kerja Kepala Bagian Persidangan misalnya, berpindah dari gedung utama ke gedung 2 MRP. MRP juga harus memindahkan sidang mereka ke salah satu hotel di Jayapura, karena ruang sidang utama tak bisa dipakai.

“Kami berharap tujuh ruangan yang hilang [terbakar] segera selesai diperbaiki. Kami lihat sampai sekarang kelihatan belum selesai. Kami akan cek proses pembangunan yang berlangsung,” kata Murib.

Ia mengatakan pengecekan akan dilakukan untuk mengetahui perkembangan proses rekonstruksi Kantor MRP. “Kami akan bicara dengan kepala tukang, [karena] kami berharap [perbaikan itu] segera selesai. Kami akan dukung supaya cepat selesai,” ujar Murib.

Kepala Bagian Keuangan MRP, Anes Telenggen membenarkan ruang kerja Bagian Keuangan MRP turut terbakar dalam amuk massa 29 Agustus 2019. “[Saya] sementara bergabung ke ruang di gedung belakang ini,” kata Talenggen.(*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More

Categories Berita

Ketua DPR Papua minta mahasiswa eksodus utamakan pendidikan

Ketua DPR Papua Jhon Banua Rouw saat memberikan arahan di rapat terbuka bersama mahasiswa Eksodus Papua di halaman kantor MRP – Foto/Humas MRP

 

Jayapura, MRP – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR, Papua, Jhony Banua Rouw meminta para mahasiswa eksodus yang terlanjur meninggalkan kuliahnya demi pulang ke Papua mau mengutamakan pendidikan. Pesan itu disampaikannya dalam rapat terbuka Majelis Rakyat Papua yang mempertemukan mahasiswa eksodus dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah atau Forkopimda Provinsi Papua di Jayapura, Rabu (22/1/2020).

Di hadapan para mahasiswa eksodus yang menghadiri rapat terbuka di halaman Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) itu, Rouw meminta para mahasiswa eksodus memikirkan masa depan dirinya dan masa depan Papua. Ia menyatakan masa depan Papua yang bebas dari ketertinggalan bergantung kepada para mahasiswa hari ini.

“Kami harapkan adik-adik mengutamakan pendidikan. Kalian adalah masa depan bangsa ini, masa depan Papua,” kata Rouw.

Ia berharap para mahasiswa eksodus bisa meneruskan perjuangan membangun Papua. “Kami akan tinggalkan semua ini. Saya sudah empat periode di DPR. Saya akan tinggalkan itu,” ujar Rouw.

Ia juga mencontohkan Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Papua Hery Dosinaen yang pada akhirnya akan memasuki masa purna karya. “Adik-adik yang akan meneruskan itu. Adik-adik, lihat masa depan,” katanya.

Sejak persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019, ribuan mahasiswa Papua yang berkuliah di luar Papua melakukan eksodus dan pulang ke Papua. Eksodus terjadi setelah sejumlah asrama atau pemondokan mahasiswa Papua di berbagai kota studi didatangi aparat keamanan atau dipersekusi organisasi kemasyarakatan.

Situasi itu membuat mahasiswa Papua merasa tidak nyaman dan aman, sehingga meninggalkan kuliahnya dan pulang ke Papua. Polda Papua memperkirakan jumlah mahasiswa eksodus yang meninggalkan berbagai perguruan tinggi di luar Papua itu mencapai 3.000 orang. Sementara Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura menyatakan jumlah mahasiswa eksodus di Papua mencapai 6.000 orang. MRP akhirnya mencoba membuat rapat terbuka pada Rabu, untuk mempertemukan mahasiswa eksodus dengan Forkopimda Papua.

Rouw menyatakan perbedaan pendapat dalam proses pembangunan Papua tidak boleh menghalangi pembangunan Papua menjadi lebih maju dan cerdas. “Kita boleh berbeda pendapat, tetapi tujuan satu, membangun Papua,” ungkapnya.

Rouw menyatakan siap untuk mendiskusikan masalah pembangunan Papua dengan para mahasiswa eksodus. “Kami membuka diri, tidak harus pertemuan seperti ini. [Kalau] ada waktu, [silahkan] datang, kami siap terima,” janjinya.

Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan dirinya sangat prihatin dengan kasus persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, karena telah membuat ribuan mahasiswa Papua meninggalkan kuliah mereka dan pulang ke Papua. “Banyak mahasiswa yang meninggalkan studi,” kata Murib di depan para mahasiswa eksodus.

Sebagai lembaga yang memperjuangkan hak-hak orang asli Papua, MRP telah melakukan beberapa langka bersama pemerintah daerah.”[Kami] mendata mahasiswa eksodus, membangun komunikasi dengan pemerintah daerah kota studi untuk menjamin jaminan keamanan dan kenyamanan mahasiswa Papua di sana. [Kami juga] menyiapkan fasilitas mahasiswa [kembali] ke kota studi,”ungkapnya.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Anggota MRP: MG berada di Wamena saat karyawan Istaka Karya dibunuh

Majelis Rakyat Papua akan meluncurkan buku “Kekerasan tak Berujung di Nduga” di Jayapura, Papua, pada Senin (9/12/2019). – Jubi/Benny Mawel

 

Jayapura, MRP – Anggota Majelis Rakyat Papua atau MRP, Luis Madai menyatakan MG, orang yang dijadikan terdakwa dalam kasus pembunuhan 16 pekerja PT Istaka Karya, tidak berada di Nduga pada saat pembunuhan itu terjadi. Madai menyatakan MG berada di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya, Papua.

Hal itu dinyatakan Luis Madai di Jayapura, Rabu (22/1/2020). “Waktu kejadian [pembunuhan itu], MG berada di Wamena bersama [keluarganya],” kata Madai.

Luis Madai meminta polisi adil dan cerdas dalam mengusut kasus pembunuhan 16 pekerja PT Istaka Karya itu. Madai menyebut penyidikan polisi dalam perkara MG terkesan seperti memanfaatkan orang yang tidak tahu menahu tentang hukum dan bahasa Indonesia, lalu dijadikan tersangka.

“Polisi harus melihat dengan jelas siapa pelaku yang sebenarnya. Kalau melihat dengan jeli, ada orang yang layak polisi tangkap dan adili,” kata Madai.

Madai mencontohkan Egianus Kogoya, pemimpin kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang telah mengaku bertanggungjawab atas pembunuhan itu. Madai juga menyebut polisi seharusnya mendalami kesaksian Jhoni Arung sebagai penanggung jawab lapangan PT Istaka Karya.

“Egianus Kogoya itu jelas-jelas otak yang harus polisi tangkap. Tetapi Egianus tidak ditangkap hingga hari ini,” kata Magai. Magai juga meminta polisi mendalami keberadaan Jhony Arung, salah satu pekerja PT Istaka Karya yang lolos dari pembunuhan itu.

Pembunuhan 16 pekerja PT Istaka Karya terjadi di Kabupaten Nduga, Papua, pada 2 Desember 2018. Kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang dipimpin oleh Egianus Kogoya mengaku bertanggungjawab atas pembunuhan 16 pekerja PT Istaka Karya.

Proses hukum terhadap MG menjadi kontroversi. MG sendiri ditangkap Satuan Tugas pada Mei 2019, dan diserahkan ke Polres Jayawijaya. Lokasi penangkapan MG pun jauh dari lokasi pembunuhan pekerja PT Istaka Karya yang terjadi di Puncak Kabo, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga.

Polisi sendiri mengakui MG bukan anggota TPNPB kelompok Egianus Kogoya. Pada 15 Agustus 2019, Kepolisian Resor (Polres) Jayawijaya menggelar rekonstruksi penembakan di halaman Markas Polres Jayawijaya di Wamena, Kabupaten Jayawijaya Dalam rekonstruksi itu, MG melakukan sekitar 30 adegan penembakan tersebut.

Usai rekonstruksi itu Kaur Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Jayawijaya, Ipda Alexander menjelaskan kepada Jubi bahwa MG bukan anggota kelompok bersenjata yang dipimpin Egianus Kogoya. Alexander menyebut MG adalah simpatisan kelompok Egianus Kogoya.

Pada 17 Desember 2019, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jayawijaya, AKP Suheriadi mengumumkan MG telah diterbangkan ke Jakarta, dan akan menjadi persidangan di Jakarta. Saat itu Suheriadi menyatakan menyatakan MG ditetapkan tersangka karena berada di Puncak Kabo pada saat pembunuhan itu terjadi. “MG ikut memastikan apakah korban yang telah ditembak sudah meninggal atau belum, dengan cara menusuk tubuh korban,” kata Suheriadi kepada Jubi pada 17 Desember 2019.

Proses sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjadi perhatian banyak pihak. Pada 17 Januari 2020, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersurat kepada Ketua PN Jakarta Pusat, meminta majelis hakim mempertimbangkan perlunya pemeriksaan gigi untuk memperkirakan usia MG. KPAI mengirimkan surat itu setelah menerima informasi bahwa MG masih berstatus anak, namun diadili di peradilan umum.

MRP sendiri telah menerbitkan laporan investigasi MRP berjudul “Kekerasan tak Berujung”. Laporan itu menyimpulkan pembunuhan para pekerja PT Istaka Karya tidak terjadi secara spontan, dan didahului serentetan peristiwa yang melibatkan kelompok bersenjata TPNPB dan pekerja PT Istaka Karya. Laporan investigasi MRP berjudul “Kekerasan tak Berujung” itu antara lain mengulas keberadaan Jhoni Arung dalam rangkaian peristiwa yang berujung kepada pembunuhan 16 pekerja PT Istaka Karya itu.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Gubernur Papua tak hadir, mahasiswa eksodus batal baca pernyataan sikap

Pertemuan Mahasiswa Eksodus Papua dengan Pejabat Papua difasilitasi oleh MRP di halaman kantor MRP kemarin. – Foto/Humas MRP

 

Jayapura, MRP– Perwakilan kelompok mahasiswa eksodus membatalkan pembacaan pernyataan sikap mereka dalam rapat terbuka yang diselenggarakan Majelis Rakyat Papua atau MRP di Jayapura, Rabu (22/1/2020).

Pernyataan sikap itu batal dibacakan karena Gubernur Papua Lukas Enembe tidak menghadiri rapat terbuka yang mempertemukan para mahasiswa eksodus dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah atau Forkopimda Provinsi Papua itu.

Pemimpin kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura, Eko Pilipus Kogoya menyatakan pihaknya tidak akan menyampaikan pernyataan apapun sebelum Gubernur Papua Lukas Enembe bersama Ketua MRP dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua bersama-sama menemui kelompoknya. Hal itu nyatakan Kogoya dalam rapat terbuka yang digelar di halaman Kantor MRP itu.

“Sikap apapun tidak akan kami baca di sini. Kami hadir hanya mau mendengar penyampaian dari Forkopimda Provinsi Papua,” ujar Kogoya dihadapan Ketua MRP Timotius Murib, Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Papua Hery Dosinaen, serta sejumlah perwakilan dari Kepolisian Daerah Papua, Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih, dan Pengadilan Tinggi Jayapura.

Sejak persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019, ribuan mahasiswa Papua yang berkuliah di luar Papua melakukan eksodus dan pulang ke Papua. Eksodus terjadi setelah sejumlah asrama atau pemondokan mahasiswa Papua di berbagai kota studi didatangi aparat keamanan atau dipersekusi organisasi kemasyarakatan.

Situasi itu membuat mahasiswa Papua merasa tidak nyaman dan aman, sehingga meninggalkan kuliahnya dan pulang ke Papua. Polda Papua memperkirakan jumlah mahasiswa eksodus yang meninggalkan berbagai perguruan tinggi di luar Papua itu mencapai 3.000 orang. Sementara Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura menyatakan jumlah mahasiswa eksodus di Papua mencapai 6.000 orang. MRP akhirnya mencoba membuat rapat terbuka pada Rabu, untuk mempertemukan mahasiswa eksodus dengan Forkopimda Papua.

Kogoya menegaskan pihaknya telah dua kali bertemu dengan pimpinan MRP, meminta MRP mempertemukan para mahasiswa eksodus dengan Gubernur Papua bersama-sama Ketua MRP dan Ketua DPR Papua. “Kami pernah minta Ketua MRP memfasilitasi [kami agar bisa bertemu] Bapak Gubernur. Kami mahasiswa eksodus sesuai perkataan,” kata Kogoya.

Ketua MPR, Timotius Murib mengatakan rapat terbuka itu diharapkan menjadi pertemuan satu arah, di mana Forkopimda Provinsi Papua akan mendengarkan aspirasi mahasiswa eksodus terkait penyelesaikan masalah mahasiswa eksodus maupun kasus rasisme Papua. Ia berjanji akan menyampaikan aspirasi mahasiswa eksodus kepada Gubernur Papua.

Murib juga menyatakan Sekda Pemerintah Provinsi Papua Hery Dosinaen akan memberitahu Gubernur Papua agar menemui mahasiswa eksodus. Forkopimda akan sampaikan [aspirasi mahasiswa eksodus] melalui Sekda,” kata Murib.

Hery Dosinaen menyatakan ia akan segera melaporkan hasil rapat terbuka di halaman Kantor MRP itu kepada Gubernur Papua. “Kami akan sampaikan. Beliau pasti akan bertemu dengan adik-adik semua,” kata Dosinaen kepada para mahasiswa eksodus.D

Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw menyatakan pertemuan para mahasiswa eksodus dengan Forkopimda pada rapat terbuka di halaman Kantor MRP itu awal yang baik untuk segera menyelesaikan masalah para mahasiswa eksodus yang terlanjur pulang ke Papua. “Kalau tidak selesai hari ini, mungkin ada waktu lain,” katanya merespon aspirasi mahasiswa. (*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

MRP ingin bahas evaluasi Otsus Papua dengan Gubernur

Kantor Majelis Rakyat Papua tanpak depan – Doc

 

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP ingin bertemu Gubernur Papua Lukas Enembe untuk membahas rencana MRP menggelar rapat dengan perdapat evaluasi Otonomi Khusus Papua dengan rakyat Papua dan Papua Barat. Selain itu, MRP juga ingin mendiskusikan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua 2020.

Hal itu dinyatakan Ketua MRP, Timotius Murib di Kota Jayapura, Papua, Senin (20/1/2020). Menurut Murib, rapat dengan pendapat evaluasi Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan penyelenggaraan PON XX Papua merupakan dua agenda terbesar Papua pada 2020.

Murib menyatakan MRP tengah menyiapkan evaluasi pelaksanaan Otsus Papua pada 2020. MRP ingin menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan seluruh pemangku kepentingan di Tanah Papua. MRP menginginkan RDP itu melibatkan para pemangku kepentingan di Provinsi Papua Barat.

Selain itu, pelaksanaan PON XX Papua juga akan menjadi agenda besar lain di Papua. “[Itulah] dua agenda besar [di Papua]. RDP evaluasi otonomi khusus dan PON 2020. Kedua agenda itu yang memerlukan fokus dan perhatian semua pemangku kepentingan di Papua,” kata Murib.

Murib menyatakan pihaknya ingin membangun komunikasi dengan semua pihak untuk memastikan kedua agenda itu sukses. Ia menyatakan kedua agenda itu sama-sama penting, dan tidak bisa saling mengabaikan. “Kami akan komunikasi dengan semua pihak, terutama Bapak Gubernur Papua. [Semua hal] harus dipertimbangkan [dengan] matang. Kalau terburu-buru, tujuan kita baik, hasilnya tidak maksimal,” kata Murib.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Biak Numfor bakal jadi lokasi uji coba pendataan OAP

Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib. – Jubi/Agus Pabika

 

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua memilih Kabupaten Biak Numfor sebagai lokasi uji coba pendataan orang asli Papua ke dalam Sistem Informasi Data Orang Asli Papua. Uji c

Murib menjelaskan sejak 2019 pihaknya telah membangun sistem pendataan orang asli Papua (OAP) yang diberi nama Sistem Informasi Data Orang Asli Papua (SIDOA). Pembangunan aplikasi SIDOA sudah selesai, akan tetapi belum disosialisasikan kepada 29 pemerintah kabupaten/kota di Papua.

Sosialisasi itu tertunda antara lain karena perkembangan situasi politik dan keamanan Papua pasca kasus persekusi dan rasisme terhadap para mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019. Kini, MRP akan melanjutkan sosialisasi itu, dan menjalankan uji coba pendataan OAP.

Data OAP dibutuhkan antara lain untuk mengetahui berapa OAP yang menerima manfaat Otonomi Khusus (Otsus) Papua. “MRP harus mengetahui berapa OAP yang menerima manfaat [Otsus Papua]. [Informasi itu penting] supaya peruntukan [Dana Otsus Papua] jelas,” kata Murib.

Menurut Murib, Kabupaten Biak Numfor dipilih menjadi lokasi uji coba pendataan melalui aplikasi SIDOA, karena mudah dijangkau. “[Kami memilih] kabupaten yang penduduknya mudah kita jangkau, [sehingga] kita bisa lakukan pendataan. Kabupaten Biak Numfor akan jadi lokasi proyek percontohan [pendataan itu],” ujarnya.

Murib menyatakan ia telah menyampaikan rencana itu kepada Bupati Biak Numfor. “Secara lisan saya sudah sampaikan. Secara resmi, kami akan bersurat untuk [mengagendakan] pertemuan, dan bicara,”ungkapnya.

Ketua Panitia Khusus Kependudukan OAP MRP, Markus Kajoi menyatakan sistem pendataan SIDOA sudah rampung. Kini, MRP membutuhkan dukungan semua pihak untuk melakukan uji coba pendataan OAP dengan SIDOA.

Menurut Kajoi, tim pembuat aplikasi SIDOA masih mempertimbangkan untuk melakukan uji coba aplikasi SIDOA di seluruh kabupaten/kota di Papua, atau melakukan uji coba secara terbatas. “Kalau tidak bisa [diuji coba di] satu kabupaten, [aplikasi itu akan diuji coba di] satu kecamatan saja,”ungkap Kajoi pada 2019 lalu.(*)

oba itu akan dilakukan pada tahun ini.

Hal itu disampaikan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib di Kota Jayapura, Papua, Senin (20/1/2020). “Pendataan orang asli Papua masih menjadi agenda tahun ini, karena agenda ini belum selesai,” kata Murib. (*)

 

Sumber: Jubi.co,id

 

Read More
Categories Berita

Meeting postponed, ‘exodus’ students still wait to see Papua Governor

The Chairperson of Papuan People’s Assembly Matius Murib during a dialogue with the exodus students’ group at his office’s lawn, Jayapura, Thursday (9/1/2020). -Jubi/Courtesy Papuan People’s Assembly

 

Jayapura, MRP – The exodus students’ goal to meet and have a dialogue with Papua Governor and the Chairs of Papuan House of Representatives and Papuan People’s Assembly on Thursday (16/1/2020) had not yet materialized. The Chairperson of Papuan People’s Assembly Timotius Murib, who set up the meeting, announced it has to postpone.

“Last week the students asked [to meet the governor and the House of Representative’s chairperson on] Thursday. But we asked them to wait for the governor to schedule the meeting,” Murib told Jubi in Jayapura on Thursday.

Following the mob’s persecution and racism taunt towards Papuan students in Surabaya on respective 16 and 17 August 2019, thousands of Papuan students studying in various Indonesian regions, have returned home to Papua in exodus wave. The seizure and persecution by security forces and local mobs to their boarding houses and accommodation drove the feeling of unsecured amongst the Papuan students. Therefore, many of them decided to discontinue their study and return home to Papua.

The Papua Police Chief estimated that the number of exodus students coming from various tertiary institutions from external Papua reaches three thousand. By contrast, the Central Post of Exodus Students in Jayapura said their current number is six thousand.

On January 2020, 146 people identified themselves as members of the Central Post of Exodus Students came to the office of Papua’s People Assembly asking the Chairperson Timotius Murib to schedule a meeting with the governor Lukas Enembe and the chairperson of Papuan House of Representative Jhony Banua Row. They said that they wanted to convey their statement regarding the issue of racism towards Papuans through this setup.

The meeting previously scheduled for taking place on Thursday this week, but Murib said it had to postpone due to further acknowledgement from the governor. Furthermore, he said his office (Papuan People’s Assembly) would notify the students if the Papuan Governor is already in Papua because the Governor Enembe also wants to meet the exodus students. Even the governor has tried several times to meet the exodus students but continued to reject by the students.

“In 2019, [when the case of] racism increased, the governor came to Surabaya to meet the students but failed [to meet. After the governor] arrived in Papua, he [had] invited [the exodus students in a meeting], but the students rejected it,” said Murib.

Now, the representatives of the Central Post of Exodus Students asked for a meeting with the Papuan Governor. Personally, Murib said he hopes the meeting would immediately happen. He said it is crucial because it contains the issue of the future of these students, those who expected to become the foundation of Papua’s future.

“Education is more important, because [education will become an investment] of their future and this nation. Therefore, we are waiting for the governor to set up the meeting with the students,” said Murib.

In the meantime, Kaitanus Ikinia from the Central Post of Exodus Students confirmed that the students already received notification about this postponement. “Today is cancelled. [We knew] after communicating with the Papuan People’s Assembly,” Ikinia texted Jubi on Thursday. (*)

 

Sumber: https://eng.jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Bertemu Pihak Kejaksaan dan Pengadilan, MRP Minta Keringanan Hukum Bagi Tahanan Rasisme 

Ketua MRP Timotius Murib, Bersama ketua Pokja Agama MRP ketika melakukan pertemuan dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua dan Ketua Pengadilan Tinggi Papua bersama sejumlah pejabat Kejaksaan Tinggi Papua di kantor Kejaksaan Tinggi Papua, Jumat, 17 Januari 2020. – Humas MRP

 

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) Bersama ketua Pokja Agama MRP melakukan pertemuan dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua dan Ketua Pengadilan Tinggi Papua bersama sejumlah pejabat Kejaksaan Tinggi Papua di kantor Kejaksaan Tinggi Papua, Jumat, 17 Januari 2020.

Ketua MRP Timotius Murib, mengatakan kunjungan MRP tersebut selain silahturahmi, MRP juga bertemu dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua dan Ketua Pengadilan Tinggi Papua di kantor Kejaksaan Tinggi Papua guna membahas nasib mahasiswa dan proses hukum di pengadilan akibat demo rasisme kemarin.

“Dalam Pertemuan tersebut membahas tentang perlindungan dan Keberpihakan bagi OAP yang sedang menjalani proses hukum di pengadilan akibat demo rasisme guna mendapat keringanan hukuman bagi adik-adik mahasiswa dan anak sekolah khsususnya OAP,” kata Murib,

Ia berharap dengan pertemuan ini, mereka yang menjalani proses hukum di pengadilan akibat demo rasisme mendapat perlindungan dan keringanan hukuman. (*)

Humas MRP

 

Read More
Categories Berita

MRP akan mengevaluasi berbagai regulasi terkait OAP

Ketua MRP, Timotius Murib memimpin rapat pleno di Jayapura untuk merumuskan agenda kerja MRP pada 2020. – Jubi/Benny Mawel

 

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP pada pekan ini menggelar rapat pleno di Jayapura, Papua, untuk merumuskan agenda kerja MRP pada tahun 2020. Salah satu agenda prioritas MRP pada 2020 adalah mengevaluasi berbagai regulasi yang terkait atau berdampak terhadap upaya melindungi hak-hak orang asli Papua atau OAP.

Hal itu disampaikan Ketua MRP, Timotius Murib di Jayapura, Kamis (16/1/2020). “[Evaluasi itu] lebih [mengarah kepada] evaluasi Peraturan Daerah Khusus, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Gubernur, dan peraturan kepada daerah lain di Papua,” kata Murib.

MRP juga akan menjalankan sejumlah agenda rutin seperti kunjungan kerja dan rapat dengar pendapat. “Ada skala prioritas, [ada agenda] prioritas dan rutin,” ujar Murib.

Menurut Murib, MRP ingin memperbanyak rapat dengar pendapat yang melibatkan para bupati/wali kota di Tanah Papua. MRP juga ingin menggelar rapat dengar pendapat dengan berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) pemerintah daerah di Tanah Papua.

“MRP akan mengundang para kepala daerah untuk mendengarkan [perkembangan pelaksanaan pembangunan [di daerahnya masing-masing]. Kami akan ingatkan para kepala daerah, [bahwa besaran nilai] Dana Otonomi Khusus [Papua dari pemerintah pusat akan] mulai berkurang,” ujar Murib.

Anggota MRP, Nikolaus Degey mengatakan evaluasi berbagai regulasi di Papua akan berfokus kepada upaya meningkatkan perlindungan hak OAP. “Kami punya kewenangan untuk memperjuangkan hak-hak orang asli Papua. Tahun ini MRP harus banyak ketemu sejumlah dinas dan kepala daerah,” kata Degey.

Degey berharap evaluasi itu nantinya akan dapat memetakan siapakah pihak yang paling diuntungkan dari kucuran Dana Otonomi Khusus Papua. Data Badan Pemeriksaan Keuangan Perwakilan Papua menyatakan nilai total kucuran Dana Otonomi Khusus Papua sejak 2002 hingga 2019 telah mencapai Rp80 triliun.

Degey menyatakan selama ini banyak pihak bertanya apakah Dana Otonomi Khusus Papua menguntungkan seluruh OAP, atau hanya menguntungkan kelompok orang tertentu. “Semua akan jelas pada waktunya,” ujar Degey.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Pertemuan tertunda, mahasiswa eksodus masih menunggu Gubernur Papua

 

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib (berdiri paling kiri, membelakangi kamera) saat berdialog dengan 146 orang yang menyatakan diri sebagai “mahasiswa eksodus” dan mendatangi Kantor Majelis Rakyat Papua di Jayapura, Papua, Kamis (9/1/2020). – Dok. MRP

 

Jayapura, MRP – Target “mahasiswa eksodus” untuk dapat bertemu dan berdialog dengan Gubernur Papua bersama Ketua Majelis Rakyat Papua dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua pada Kamis (16/1/2020) gagal terwujud. Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib selaku pihak yang mengomunikasikan agenda pertemuan itu pada Kamis mengumumkan menunda pertemuan itu.

Penundaan itu disampaikan Timotius Murib pada Kamis. “Minggu lalu mahasiswa minta [bertemu Gubernur Papua bersama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua pada] Kamis ini.  Akan tetapi, kami meminta mahasiswa menunggu Gubernur Papua mengagendakan pertemuan itu,” kata Murib saat ditemui Jubi di Jayapura, Kamis.

Sejak persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019, ribuan mahasiswa Papua yang berkuliah di luar Papua melakukan eksodus dan pulang ke Papua. Eksodus terjadi setelah sejumlah asrama atau pemondokan mahasiswa Papua di berbagai kota studi didatangi aparat keamanan atau dipersekusi organisasi kemasyarakatan.

Situasi itu membuat mahasiswa Papua merasa tidak nyaman dan aman, sehingga meninggalkan kuliahnya dan pulang ke Papua. Polda Papua memperkirakan jumlah mahasiswa eksodus yang meninggalkan berbagai perguruan tinggi di luar Papua itu mencapai 3.000 orang. Sementara kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura menyatakan jumlah mahasiswa eksodus di Papua mencapai 6.000 orang.

Pada 9 Januari 2020, sejumlah 146 orang yang menyatakan diri kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus mendatangi Kantor MRP, meminta Ketua MRP Timotius Murib mempertemukan mereka dengan Gubernur Papua Lukas Enembe dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua Jhony Banua Rouw, agar dapat menyampaikan pernyataan sikap mereka terkait persoalan rasisme Papua.

Pertemuan itu diagendakan akan berlangsung Kamis pekan ini, hingga akhirnya Timotius Murib menyatakan pertemuan tersebut harus ditunda untuk menunggu Gubernur Papua. Murib menyatakan Majelis Rakyat Papua (MRP) akan memberitahu kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus jika Gubernur Papua telah berada di Papua.

Murib menyatakan Gubernur Papua Lukas Enembe juga ingin bertemu dengan para mahasiswa eksodus. Menurutnya, sebelum ini Gubernur sudah beberapa kali berusaha menemui mahasiswa eksodus, namun selalu ditolak para mahasiswa eksodus.

“Pada 2019, [saat kasus] rasisme bergulir, Gubernur pernah ke Surabaya untuk menemui mahasiswa, tetapi gagal [bertemu. Setelah Gubernur] sampai di Papua, Gubernur [sudah] mengundang [mahasiswa eksodus untuk bertemu], tapi mahasiswa tolak,” kata Murib.

Kini, kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus menyatakan ingin bertemu Gubernur Papua, dan Murib berharap pertemuan itu segera terwujud. Murib menyatakan pertemuan itu penting karena menyangkut masa depan para mahasiswa eksodus, mahasiswa yang diharapkan akan menjadi tumpuan masa depan Papua.

“Pendidikan itu lebih penting, karena [pendidikan akan menjadi bekal] masa depan mereka dan bangsa ini. Karena itu, kami menunggu Gubernur menggelar pertemuan dengan mahasiswa,” kata Murib.

Kaitanus Ikinia dari kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus membenarkan pihaknya sudah menerima pemberitahuan bahwa pertemuan dengan Gubernur ditunda. “Hari ini tidak jadi. [Kami tahu] setelah komunikasi dengan MRP,” tulis Ikinia lewat layanan pesan singkatnya, Kamis.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More